Bisnis.com, MATARAM — Pariwisata Gili Trawangan, Air dan Meno atau Tramena, Kabupaten Lombok Utara dihadapkan pada ancaman abrasi yang terjadi setiap tahun dan mengikis daratan pulau kecil tersebut.
Menurut hasil kajian Pemprov NTB, abrasi yang terjadi di Gili Trawangan, termasuk juga di Gili Air dan Gili Meno disebabkan karakteristik perairan di tiga gili tersebut memiliki arus yang besar. Faktor kedua ekosistem bawah laut yang sudah rusak membuat kecepatan arus semakin tidak terkendali dan menghantam bibir pantai.
Sejak 2002, abrasi telah mengikis 60 meter bibir pantai tiga Gili. Abrasi cukup ekstrem terjadi di bagian Timur Gili Air, kemudian bagian Utara Gili Trawangan, serta di bagian selatan atau depan Pelabuhan Gili Meno.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengatakan jika ancaman abrasi di Gili Trawangan setiap tahun mencapai empat meter dan bisa mengganggu aktivitas masyarakat dan pariwisata di Tramena. Zul menjelaskan pemerintah sedang mencari solusi terbaik.
"Fenomena abrasi ini sudah lama terjadi dan memang menjadi keluhan masyarakat Gili. Bersama Badan Perencanaan Nasional (Bappenas) kami sedang mengupayakan solusi terbaik untuk menangani abrasi ini," jelas Zul dari siaran pers, Selasa (10/1/2023).
Salah satu solusi yang sedang dikaji yakni penanaman mangrove di sepanjang pantai Gili Trawangan, dan dua gili lainnya. Tetapi opsi tersebut akan berdampak kepada wisata snorkling yang sudah menjadi destinasi andalan Gili.
Baca Juga
Staf Khusus Menteri Bappenas, Erfan Maksum, menjelaskan kajian mendalam akan dilakukan oleh pemerintah dan ahli untuk mengatasi masalah abrasi tersebut.
"Kalau mangrove memang tergantung sekali pada topografi di Gili, ada beberapa titik yang digunakan untuk snorkling dan mandi wisatawan, sehingga harus dipertimbangkan matang jika ingin menanam mangrove. Kemudian kami juga melihat bangunan yang menonjol ke bibir pantai, ini juga harus dilakukan penataan," jelas Erfan.