Bisnis.com, DENPASAR – Sengketa pengelolaan aset seluas 75 hektare milik Pemprov Nusa Tenggara Barat di Pulau Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara masih belum tuntas walaupun sudah dilakukan sejumlah langkah penyelesaian seperti penandatangan perjanjian baru antara masyarakat dan Pemprov NTB.
Sejumlah masyarakat masih melakukan demonstrasi ke Pemprov NTB meminta pengelolaan penuh lahan yang sudah mereka tempati selama bertahun-tahun tersebut tanpa harus menyewa kepada Pemprov NTB. Mereka juga meminta agar pemerintah mencabut Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang dikeluarkan sebelumnya.
Gubernur NTB, Zulkieflimansyah menjelaskan penerbitan maupun pencabutan HPL menjadi kewenangan Kementerian Agraria dan Tata Ruang dan BPN. Pemprov yang dituntut masyarakat tidak bisa melakukan pencabutan HPL karena bukan kewenangannya.
"HPL sepenuhnya kewenangannya ada di Kementerian Agraria dan Tata Ruang RI, selanjutnya kami akan dilakukan kajian hukum bersama DPRD Provinsi NTB sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, dan akan dikoordinasikan kembali bersama Kementerian ATR/BPN di Jakarta" jelas Zul dari siaran pers, Jumat (17/3/2023).
Pemprov juga akan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementerian Investasi dan BKPM, Kejaksaan untuk menyelesaikan polemik yang sudah berlarut-larut ini. Kepala UPT Gili Trawangan, Mawardi menjelaskan Pemprov NTB terbuka untuk menyelesaikan masalah pengelolaan lahan tersebut.
"Permasalahan aset yang ada di Gili Trawangan, pemprov NTB sangat terbuka, dan sejak awal didampingi KPK, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Investasi/BKPM, Kejati, Kepolisian dan Tim Satgas Nasional percepatan Investasi mengawal pemulihan aset yang ada di Gili Trawangan, pun hasilnya akan kami sampaikan kembali kepada masyarakat Gili," jelasnya.
Baca Juga
Seperti yang diberitakan sebelumnya, masalah pengelolaan 75 hektare lahan di Gili Trawangan sudah lama terjadi, berawal dari wanprestasi yang dilakukan oleh PT Gili Trawangan Indah (GTI) yang memegang hak pengelolaan lahan sejak 1996 tetapi tidak kunjung merealisasikan investasinya. Pemprov NTB kemudian memutus kontrak PT GTI pada 2021 dan menerbitkan model kerja sama baru bersama masyarakat yang sudah mendiami lahan tersebut.
Tetapi tidak semua masyarakat menerima model kerja sama yang ditawarkan Pemprov, mereka keberatan jika harus membayar sewa lahan setiap tahun.