Bisnis.com, DENPASAR –Event MotoGP yang diharapkan mampu mengangkat pertumbuhan ekonomi Nusa Tenggara Barat atau NTB nampaknya baru akan dirasakan pada akhir tahun.
Ini tergambar dari perhitungkan BPS NTB yang mencatat tingkat pertumbuhan ekonomi provinsi berjuluk Bumi Sasambo ini hanya tumbuh sebesar 1,58 persen pada kuartal III-2023. Meski tumbuh tipis, ada kabar baiknya karena lebih tinggi dibandingkan kuartal II-2023 yang tumbuh negatif 1,54% dampak terkontraksinya sektor tambang. BPS NTB mencatat, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III/2023 didorong oleh lapangan usaha akomodasi makanan dan minuman dengan pertumbuhan mencapai 15%(YoY), dampak dari penyelenggaraan sejumlah event besar di NTB.
Kepala BPS NTB, Wahyudin menjelaskan jumlah tamu yang datang ke NTB selama kuartal III/2023 meningkat cukup signifikan dibandingkan kuartal III/2022. Semakin banyaknya event yang diselenggarakan di NTB pada triwulan III/2023 ini tentu menambah nilai output subkategori penyediaan makan minum yang dikonsumsi oleh wisatawan selama berada di NTB. Peningkatan kunjungan wisatawan juga berdampak ke PDRB lapangan usaha transportasi dengan pertumbuhan 13,71% (YoY), pertumbuhan transportasi ditandai dengan peningkatan jumlah penumpang angkutan udara, angkutan laut dan ASDP.
Kemudian yang ketiga PDRB konstruksi juga mencatatkan pertumbuhan 13,7%(YoY) yang didorong oleh pembangunan smelter dan bandara di Kabupaten Sumbawa Barat. Selain itu, data dari Asosiasi Semen Indonesia (ASI) juga menunjukkan peningkatan yang cukup tinggi dibandingkan dengan kuartal III/2022. Lapangan usaha perdagangan juga tumbuh 8,9 persen didorong oleh peningkatan penjualan mobil dan sepeda motor dan tingkat kunjungan ke pusat perbelanjaan meningkat.
“Sedangkan tiga lapangan yang memperlambat pertumbuhan ekonomi NTB yakni pertambangan yang mengalami kontraksi 16,74% (YoY), jasa keuangan 6,91%, dan administrasi pemerintahan kontraksi 1,96%. Kontraksi lapangan usaha pertambangan disebabkan oleh penurunan produksi konsentrat kering kuartal III/2023 dibanding kuartal III/2022,” jelas Wahyudin melalui live streaming, Senin (6/11/2023).
Jika dilihat dari sisi pengeluaran, selama kuartal III/2023, rendahnya pertumbuhan ekonomi NTB dikarenakan ekspor luar negeri mengalami kontraksi dari US$797,3 Juta pada kuartal III/2022 menjadi US$574,9 juta pada kuartal III/2023. Belanja pegawai APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota mengalami kontraksi dari Rp2,2 triliun rupiah pada kuartal III/2022, turun menjadi Rp2,1 triliun pada kuartal III/2023. Dari catatan BPS konsumsi pemerintah kontraksi 1,87% (YoY).
Baca Juga
Sebelumnya Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB juga mencatat kualitas belanja pemerintah menurun pada 2023, terlihat dari sisa lebih perhitungan anggaran (Silpa) yang mencapai Rp2,4 triliun per Oktober 2023. Silpa ini terjadi mulai dari Pemprov hingga Pemkab. Kabupaten Sumbawa Barat mencatatkan silpa tertinggi dengan nilai Rp639,4 miliar, tingginya Silpa ini disebabkan masuknya dana royalti dan belum direalisasikan.
Kemudian Pemprov NTB mencatatkan sisa anggaran Rp361,7 miliar, Lombok Tengah Rp216,7 miliar, Kota Mataram Rp287,6 miliar, Lombok Barat Rp237,9 miliar, Kabupaten Sumbawa Rp192,7 miliar, Dompu Rp120,7 miliar, Lombok Utara Rp108 miliar, Kabupaten Bima Rp100 miliar, dan Kota Bima Rp65,8 miliar
Pengamat Ekonomi Universitas Mataram, Firmansyah menjelaskan Silpa ini menunjukkan adanya ketidakcermatan saat penganggaran, sehingga program tidak berjalan atau tidak tercapai. “Padahal di masa sulit diharapkan government spending untuk menggairahkan ekonomi,” ujar Firman.
Menurut Firman kedepan Pemda harus membuat anggaran yang lebih tepat, dan diharapkan anggaran untuk stimulus ekonomi diperbesar, baik melalui infrastruktur, maupun dari sektor lainnya seperti hilirisasi produk daerah, sehingga masyarakat merasakan langsung kucuran anggaran tersebut.