Bisnis.com, DENPASAR – Inflasi dari volatile food masih memberi kontribusi terhadap inflasi di Nusa Tenggara Barat (NTB) imbas dari fluktuatifnya harga komoditas seperti telur, cabai, bawang merah di tingkat pengecer.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB bersama Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) berupaya melakukan terobosan untuk menyelesaikan inflasi dari sektor komoditas tersebut. Memasuki akhir kuartal II/2022, Bank Indonesia mendorong penguatan kerja sama antara daerah baik di tingkat pemerintah maupun swasta.
Enam Pemda di NTB antara lain Bupati Lombok Utara, Bupati Lombok Barat, Bupati Lombok Timur, Walikota Bima, Wakil Bupati Bima, Wakil Walikota Mataram, Asisten 3 Lombok Tengah, Wakil Pimpinan Bulog Wilayah NTB, serta Forkompinda telah menandatangani nota kesepahaman atau MOU dalam penguatan kerja sama antar daerah (KAD).
Selain itu para produsen telur lintas daerah seperti Klaster Telur KLU dengan pelaku usaha CV. Agrosari dari Mataram dan UD. Hilman dari Lombok Barat, serta antara Klaster Cabai Lombok Timur dan KWT Mama Lestari KLU dengan Koperasi Petani Nelayan Mataram, berkomitmen melakukan kerja sama guna menjaga suplai telur sehingga harga tetap stabil.
Kepala Perwakilan BI NTB, Heru Saptaji menjelaskan pengendalian inflasi volatile food harus dilakukan secara berkelanjutan dengan program atau strategi yang tepat, sehingga tercipta ekosistem pasokan komoditas yang kuat di NTB. Sinergi antardaerah yang sudah berjalan selama ini harus dikuatkan dengan strategi baru yang juga melibatkan pihak swasta sebagai penyedia komoditas.
“Dampak dari penguatan sinergi juga sudah terasa. Dari sisi regional, tekanan inflasi di Provinsi NTB terus melandai. Pada bulan April 2023 inflasi NTB tercatat 4,41 persen (yoy), lebih rendah dibanding inflasi Maret 2023 sebesar 5,23 persen,” jelas Heru dikutip dari siaran pers, Rabu (31/5/2023).
Baca Juga
Bank Indonesia juga melakukan penebaran 30.000 bibit cabai cabai yang diberikan kepada 32 kelompok penerima (7 Ponpes, 3 Perguruan Tinggi, 15 KWT, dan 7 komisariat GenBI) yang tersebar di berbagai kabupaten/kota di Provinsi NTB. Bibit cabai yang diberikan diharapkan akan dikembangkan secara maksimal utamanya pada periode-periode non-panen raya, yakni ketika pasokan cabai di pasar terbatas sehingga pasokan dan harga di lapangan tetap terjaga.
Untuk memperkuat sektor pertanian, BI NTB juga memfasilitasi kemitraan pemanfaatan hasil olahan kotoran hewan (kohe) untuk pupuk organik antara Klaster Sapi KLU dengan Klaster Padi Kab. Lombok Tengah dan Klaster Telur KLU dengan Klaster Bawang Merah KLU sebagai upaya alternatif di tengah kondisi semakin terbatasnya kuota pupuk bersubsidi dan mahalnya pupuk non-subsidi.