Bisnis.com, DENPASAR – Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berpendapatan di bawah Rp8 juta dinilai belum semua bisa mengakses rumah subsidi karena terkendala penilaian kelayakan sebagai penerima kredit rumah subsidi oleh perbankan.
Ketua Real Estate Indonesia (REI) NTB, Heri Susanto, menjelaskan dari sisi pengembang selalu memberikan kemudahan kepada MBR untuk mendapatkan rumah subsidi, akan tetapi MBR banyak terkendala diperbankan, sehingga banyak yang gagal memperoleh rumah subsidi.
“Kalau dari kami untuk mendapatkan rumah subsidi itu simpel, akan tetapi tidak semua masyarakat yang berpenghasilan rendah itu bankable, banyak yang gagal di Bank. Makanya ada yang berkelakar syarat mendapatkan rumah subsidi lebih sulit daripada syarat masuk surga,” jelas Heri, Senin (29/5/2023).
Menurutnya perlu ada perubahan aturan dari pemerintah agar bisa mempermudah masyarakat lolos penilaian diperbankan, agar kelompok MBR lebih banyak mendapatkan rumah subsidi. Menurut Heri, perbankan tidak bisa disalahkan dengan kondisi ini karena hanya sebagai pelaksana regulasi, pemerintah yang memiliki program rumah subsidi dinilai harus bersikap dengan kondisi saat ini.
Jumlah rumah subsidi di NTB yang mencapai 120.000 unit, dikhawatirkan rumah subsidi akan sulit terjual jika penilaian bank terlalu ketat seperti seperti saat ini, sementara keuntungan pengembang juga hanya 5 persen dari harga rumah Rp168 juta.
Jika susah terjual, pengembang akan meninggalkan rumah subsidi dan lebih memilih membangun rumah komersil yang jauh lebih menguntungkan. Padahal pasar MBR yang berpotensi bisa mengakses rumah subsidi menurut Heri sangat luas, akan tetapi selalu penilain bank menjadi kendala para MBR.
Baca Juga
Selain itu, REI juga menyoroti proses perizinan yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah. Walaupun sudah ada perizinan online melalui One Single Submission (OSS) yang dibuat oleh pemerintah pusat, namun pengembang harus tetap mengurus izin ke Pemda, sehingga ada dua kali pengurusan izin yang harus dilakukan pengembang.
“Seandainya pengajuan izin ke pemerintah pusat saja jauh lebih bagus, misalnya pengajuan IMB secara online, tentu jauh lebih cepat dan tidak ribet,” ujar Heri.