Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Fenomena Busa di Teluk Bima, Begini Temuan Pertamina

Hasil uji kimia membuktikan fenomena busa di Teluk Bima bukan dari kebocoran pipa minyak Pertamina.
Pemaparan hasil penelitian fenomena busa di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat.
Pemaparan hasil penelitian fenomena busa di Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat.

Bisnis.com, MATARAM – PT Pertamina Patra Niaga mengungkap hasil penelitian ilmiah fenomena busa di Teluk Bima yang terjadi pada April – Mei 2022 merupakan fenomena alam yang disebabkan oleh pertumbuhan plankton yang terlalu tinggi bukan dari kebocoran pipa minyak milik Pertamina Bima.

Penelitian fenomena busa tersebut dilakukan dengan pengujian sampel air laut secara kimia dan biologi. Pertamina melibatkan peneliti independen Genau Lab untuk mengetahui parameter fisik-kimia dan peneliti dari Yayasan Biologi Indonesia untuk mengetahui kandungan biologis busa tersebut.

Dari hasil uji kimia yang dilakukan oleh Genau Lab, tidak ditemukan petroleum hidrokarbon atau kandungan minyak pada busa yang menggenangi laut biam. Kandungan petroleum hidrokarbon hanya sebesar 0,0001 mg/L, hasil uji kimia membuktikan fenomena busa di Teluk Bima bukan dari kebocoran pipa minyak Pertamina.

Peneliti dari Yayasan Biologi Indonesia, Aisyah Hadi Ramadani, dari sampel yang diambil di Teluk Bima memperlihatkan kandungan plankton yang sangat tinggi.

“Dari sampel air laut yang kami teliti, terungkap keberlimpahan plankton mencapai 294.900 individu plankton, itu dari 20 spesies plankton dan family dominan Bacillariaceae. Jadi hasil penelitian kami fenomena busa di Teluk Bima bukan dari kebocoran pipa minyak, karena kami tidak menemukan kandungan minyak,” jelas Aisyah melalui zoom dikutip, Selasa (8/6/2022).

Kemampuan plankton membelah diri secara cepat, yakni setiap 4 jam sekali membuat perairan Teluk Bima berbusa kecoklatan, hal tersebut dikira oleh sebagian pihak karena kebocoran pipa minyak Pertamina, karena lokasinya yang berdekatan.

“Plankton tersebut membelah tiga kali lebih cepat dalam waktu 24 jam jika kondisi ketersediaan mikronutrien di habitat meningkat dan naiknya temperatur air,” ujar Aisyah. (K48)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper