Bisnis.com, DENPASAR — Bali dinilai tidak akan mengalami pemulihan ekonomi jika penyaluran kredit yang dilakukan perbankan maupun lembaga keuangan masih rendah.
Direktur Utama BPR Lestari Pribadi Budiono mengatakan di tengah pandemi penyaluran kredit perbankan di Bali terhambat. Bahkan, bank-bank umum yang berkantor di Bali tidak menyalurkan kredit dengan lancar karena memiliki skala prioritas. Pasalnya, bank-bank besar tersebut memiliki kantor hampir di 33 provinsi sehingga dalam menyalurkan kredit, pilihan debitur akan bermacam-macam.
"Indonesia memiliki 33 provinsi, maka bank-bank yang memiliki pusat kantor di Jakarta akan melihat skala prioritas secara bisnis," katanya, Kamis (26/8/2021).
Menurutnya, kondisi penyaluran kredit yang terhambat di Bali juga dihadapkan dengan penurunan simpanan. Ketika, tren dana pihak ketiga (DPK) secara nasional mengalami pertumbuhan, hal sebaliknya terjadi di Bali.
Pribadi memaparkan, pada Mei 2021 misalnya, pertumbuhan DPK secara nasional adalah sebesar 2,57 persen sedangkan Bali minus 1,31 persen. Padahal, pada 2019 lalu, DPK di Bali memiliki pertumbuhan di atas nasional yakni sebesar 8,71 persen dari posisi DPK nasional 6,54 persen.
Penurunan DPK di Bali terjadi sejak 2020 dengan besaran minus 1,51 persen. "Artinya sudah setahun lebih masyarakat Bali makan tabungan ini yang terjadi, pengusaha maupun karyawan rata-rata makan tabungan," katanya.
Baca Juga
Di satu sisi, Pribadi menilai masyarakat Bali tetap dihadapkan dengan pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan. Diproyeksi, selama satu 2020, dalam setahun ongkos bertahan hidup masyarakat Bali adalah senilai Rp12,5 triliun.
Tahun ini, ongkos bertahan hidup masyarakat Bali pun dinilai akan semakin bertambah besarannya dalam setahun.
"Kalau tidak ada tabungan maka pinjam ke sana kemari, kondisi ini tidak bisa dibiarkan. Tabungan terbatas, ketika tidak punya uang dan tidak ada yang bisa dipinjami, kriminalitas dan kelaparan akan naik, makanya recovery ekonomi harus terjadi," sebutnya.
Menurutnya, jalan satu-satunya mewujudkan pemulihan ekonomi di Bali adalah penyaluran kredit. Ketika perbankan nasional memiliki skala prioritas dalam menyalurkan dana pinjaman di Bali, pihaknya sebagai bank yang lahir dan tumbuh di Bali siap memberikan kredit.
BPR Lestari berencana menyalurkan kredit senilai Rp1,2 triliun untuk mendorong pemulihan ekonomi Bali. "Ini tidak besar, untuk recovery, mudah-mudahan bisa berikan trigger, suku bunga juga relatif," sebutnya.
Di satu sisi, pemerintah Bali masih berharap adanya penyaluran pinjaman lunak yang dianggarkan pemerintah dengan nilai mencapai Rp10 triliun.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengatakan pihaknya sudah mengajukan pinjama lunak kepada pemerintah. Nantinya, pinjaman lunak tersebut akan digunakan sebagai modal awal untuk meneruskan usaha.
Sebelumnya, para pengusaha di Bali dinilai telah babak belur karena sempat mengajukan kredit dengan nilai besar pada 2019 lalu. Namun, kondisi tidak terduga terjadi pada 2020 karena adanya pandemi Covid-19.
Tidak hanya itu, dengan rencananya dibukanya Bali pada pertengahan 2021, para pengusaha juga kembali mengajukan kredit. Namun, rencana tersebut urung dilakukan.
"Kondisi ini semakin buruk, apa yang ditawarkan dari BPR Lestari sangat kami harapkan dengan bunga sangat rendah," sebutnya.
Angan-angan pengusaha pariwisata Bali untuk mendapatkan bantuan pinjaman lunak senilai hampir Rp10 triliun sudah pupus.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno mengatakan pihaknya telah berupaya mendorong pemberian pinjaman lunak senilai hampir Rp10 triliun agar bisa dipertimbangkan Komite Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Namun, Kementerian Keuangan dan Komite PEN menilai pemberian pinjaman ke pengusaha pariwisata Bali lewat dana hibah tidak tepat sasaran.
Evaluasi dana hibah tersebut pun yang akhirnya menjadi pertimbangan pemerintah untuk memberikan pinjaman lunak. Pada akhirnya, Komite PEN hanya akan memberikan anggaran senilai Rp2,4 triliun dalam bentuk formulasi bantuan pemerintah untuk usaha pariwisata.
"Ada dana hibah pariwisata yang dianggap Kemenkeu dan komite PEN tidak tepat manfaat dan sasaran, kami dapatkan pagu bantuan Rp2,4 triliun di mana diarahkan dalam formulasi bantuan pemerintah untuk usaha pemerintah," katanya.