Bisnis.com, DENPASAR – Tidak terkontrolnya perilaku wisatawan di Bali membuat mereka bebas membuka bisnis atau usaha yang seharusnya menjadi hak warga lokal.
Banyak warga asing yang awalnya masuk dengan visa liburan justru berbisnis dan bekerja secara ilegal di Bali. Dari yang jumlahnya sedikit kini menjadi semakin banyak.
Pemprov Bali menemukan ratusan usaha travel dan sewa kendaraan ternyata kini dimiliki orang asing.
Gubernur Bali Wayan Koster menjelaskan, hal itu bisa terjadi karena ada celah sistem perizinan Online Single Submission (OSS). Ia menilai, sistem tersebut membuka peluang bagi investor asing untuk menguasai sektor strategis, bahkan hingga level mikro seperti penyewaan kendaraan dan homestay.
“Di Badung saja, ada sekitar 400 izin usaha sewa mobil dan biro perjalanan yang dikuasai orang asing. Banyak yang tidak punya kantor, tidak tinggal di Bali, tapi tetap bisa beroperasi. Ini jelas keterlaluan,” jelas Koster dikutip Minggu (1/6/2025).
Lebih lanjut, ia menilai praktik semacam ini bukan hanya melanggar etika berusaha, tapi juga menciptakan ketimpangan dan memperparah degradasi ekonomi lokal.
Baca Juga
Koster memperingatkan, jika situasi ini terus dibiarkan, Bali berisiko mengalami kemunduran serius dalam lima tahun ke depan, baik secara ekonomi, sosial, maupun citra pariwisata. Menurut Koster pariwisata Bali sedang tidak baik-baik saja. Macet, sampah, vila ilegal, sopir liar, wisatawan nakal, semua ini harus ditata.
Sebagai tindak lanjut, Koster membentuk tim khusus lintas instansi untuk melakukan audit menyeluruh terhadap izin usaha pariwisata di Bali. Ia juga menyiapkan regulasi baru yang lebih tegas dan berpihak pada masyarakat lokal.
Langkah awalnya adalah penerbitan Surat Edaran (SE) tentang penertiban usaha dan transportasi wisata, yang akan menjadi dasar pelaksanaan operasi gabungan oleh Satpol PP dan Polda Bali.
Tak hanya itu, Koster juga mengusulkan kebijakan wajib bagi semua agen perjalanan wisata untuk menjadi anggota asosiasi lokal. Verifikasi faktual juga akan dilakukan untuk memastikan tidak ada lagi perusahaan “hantu” yang hanya tercatat di OSS namun tidak memiliki eksistensi di lapangan.
“Pulau ini kecil, tapi kontribusinya besar bagi Indonesia. Kita bukan bersaing dengan daerah lain, tapi dengan negara seperti Thailand dan Malaysia. Kalau kita tidak tertib, kita akan tergilas oleh pasar kita sendiri,” jelas Koster.