Bisnis.com, DENPASAR – Elemen masyarakat di Kabupaten Buleleng mendorong Pemerintah Kabupaten yang baru di bawah kepemimpinan Bupati Buleleng I Nyoman Sutjidra dan Wakil Bupati Buleleng Gede Supriatna untuk mengaktifkan kembali Pelabuhan Buleleng yang pernah menjadi pusat niaga dan transportasi di era kerajaan Buleleng hingga era Provinsi Sunda Kecil.
Ketua Umum DPP Forum Pengembangan dan Pemerataan Pembangunan Daerah (FP2D), yang juga pemerhati masalah sosial dan ekonomi di Buleleng, Muhammad Zulkipli menjelaskan Pelabuhan Buleleng yang sering disebut masyarakat eks Pelabuhan Buleleng masih sangat berpotensi untuk dikembangkan, karena lokasinya yang strategis berada di jantung Kota Singaraja, yang merupakan Ibu Kota Sunda Kecil masa lampau.
Zul menjelaskan potensi bentang laut dan perairan di Buleleng hingga saat ini belum optimal, banyak pelabuhan tradisional seperti Pelabuhan Pegametan Sumberkima, Tegal Lalang di Gerokgak, pelabuhan pendaratan ikan, dan pelabuhan yang dikelola oleh pemerintah dan BUMN semisal PPI Sangsit dan Pelabuhan Celukan Bawang. Terlepas dari itu ternyata rata-rata keberadaan pelabuhan rakyat dan pelabuhan tradisional masih ada meski eksistensinya mati suri, semisal Pelabuhan Buleleng yang menjadi pusat pelayaran maritim era kerajaan hingga pemerintahan sunda Kecil.
Menurutnya, daerah harus memeras otak, tenaga dan pikiran dalam upaya menyejahterakan masyarakat Buleleng yang kini jumlahnya mencapai 814.356 jiwa di tengah efisiensi anggaran. Banyak pengamat dan masyarakat ternyata mendambakan aktivasi kembali Pelabuhan Buleleng sebagai tonggak kebangkitan ekonomi Buleleng.
“Pelabuhan Buleleng di Bali seperti Pelabuhan Ampenan Lombok di masa lampau merupakan dua pelabuhan yang menjadi bukti jejak jalur rempah. Sehingga diperlukan riset guna mempersiapkan hadir nya New Pelabuhan Buleleng di bawah sebuah badan otorita yang dibentuk dengan Peraturan Daerah ataupun dengan Peraturan Bupati (Perbup). Dengan cara membuat produk Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pelabuhan dapat mengatur pengelolaan pelabuhan, pengelolaan pelabuhan khusus, dan penyelenggaraan pelabuhan,” jelas Zul dalam keterangan tertulisnya kepada Bisnis, Selasa (11/3/2025).
Dulunya lahan eks Pelabuhan Buleleng merupakan aset dari Kantor Wilayah (Kanwil) IV Direktorat Jenderal Laut (Ditjenla) Kementerian Perhubungan RI. Luas lahan itu tercatat kurang lebih 3,45 hektare, membentang dari wilayah Kampung Bugis hingga ke wilayah Kampung Baru. Pada tahun 1986 silam, terjadi proses tukar guling lahan serta bangunan dengan lahan Pemkab Buleleng di Desa Celukan Bawang yang kini menjadi Pelabuhan Celukan Bawang. Lahan Pemkab Buleleng di Celukan Bawang tercatat seluas kurang lebih 7,689 hektare.
Baca Juga
Kuat dugaan, proses tukar guling terjadi karena Pelabuhan Buleleng sudah ditutup dari aktivitas bongkar buat pelayaran. Pelabuhan Buleleng disebutkan tidak lagi sebagai Pelabuhan laut sejak 7 Juli 1979 silam. Sehingga seluruh aktivitas pelayaran dialihkan ke Pelabuhan Celukan Bawang.
Sebenarnya sudah ada langkah maju diera Kepemimpinan Bagiada yang merupakan Bupati sebelumnya dengan membuat restoran terapung di Kawasan eks Pelabuhan di Buleleng, bahkan sudah membentuk otorita khusus pelabuhan Buleleng, namun hal ini terhenti di era kepemimpinan Bupati sesudah Bagiada.
Jika dikembangkan, potensi eks Pelabuhan Buleleng sangat besar dimana, ada peningkatan pendapatan di sektor pengurusan bea cukai, sektor parkir, UMKM, pajak hiburan, apalagi jika dimungkinkan membuat kompleks kawasan ini menjadi hotel heritage, perdagangan dan jasa dengan penataan kawasan dengan lebih baik dengan anggaran pemerintah dan keterlibatan pihak ketiga.
“Usul saya adalah menjadikan Pelabuhan Buleleng sebagai otorita khusus yang membawahi potensi pelabuhan pelabuhan rakyat dan tradisional sehingga menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemkab dan meretas potensi pelabuhan pelabuhan tikus yang keberadaannya 'misterius',” ujar Zul.
Zul menilai, jika di setiap kecamatan di Buleleng memiliki sentra pendaratan dan pelabuhan rakyat yang eksistensinya dinaungi serta legal formalnya di bawah Pelabuhan Khusus Pelabuhan Buleleng, maka akan menggerakkan segala lini dan sektor dari efek domino juga meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di Kabupaten Buleleng.
Pertanyaan yang sering muncul apakah Pemkab punya kewenangan menerbitkan Perda tentang kepelabuhan. Bisa dilihat semisal Perda Kabupaten Kayong Utara mengatur tata cara kerja sama pengelolaan pelabuhan dan Perda Kabupaten Serang mengatur pengelolaan pelabuhan khusus. Sehingga melebarkan peluang membangkitkan Eks Pelabuhan Buleleng menjadi terbuka dan mampu dikelola maksimal dari segi eksistensi, kemanfaatan ekonomi dan perlindungan cagar budaya warisan kebanggaan Kabupaten Buleleng.
“Semoga tulisan ini mampu menjadi salah Atensi Program 100 hari pemerintahan Bupati dan wakil Bupati Terpilih dr I Nyoman Sutjidra, SpOG dan Gede Supriatna, SH. Sehingga selama tahun mendatang mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan masyarakat di Bumi Den Bukit tercinta,” harap Zul.
Sebagai informasi, Kabupaten Buleleng adalah sebuah wilayah yang berada di belahan utara Pulau Bali, secara geografis terletak di antara 8°03'40"–8°23'00" lintang Selatan dan 114°25'55"–115°27'28" bujur Timur dengan luas Kabupaten Buleleng adalah 1.365,88 km².
Kondisi Buleleng secara umum sisi utara berbatasan dengan Laut Bali, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karangasem, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Badung, dan Kabupaten Bangli, batas sebelah barat Kabupaten Jembrana. Sehingga secara langsung dan tidak langsung, kabupaten ini terbentang dari timur Pulau Bali hingga Barat Pulau Bali yang secara potensi kelautan diuntungkan karena Buleleng memiliki panjang pantai ± 157,05 Km dengan luas perairan 1.166,75 Km2.