Bisnis.com, DENPASAR - Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Bali mulai merencanakan langkah antisipasi pengendalian inflasi di periode Ramadan hingga Idulfitri 2025.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja menjelaskan pada pada Maret hingga awal April hari besar keagamaan berlangsung secara bersamaan, yakni pada awal Maret dimulainya Ramadan, di akhir Maret ada perayaan Nyepi, kemudian Idulfitri.
Kemudianp ada April 2025 ada hari raya Galungan dan Kuningan.
Di perayaan hari besar keagamaan, permintaan terhadap komoditas dasar seperti beras, minyak goreng, cabai, daging biasanya akan meningkat.
Erwin menjelaskan hal tersebut perlu diantisipasi melalui langkah-langkah yang efektif seperti penguatan ketahanan pangan dengan memastikan ketersediaan atau stok komoditas penting.
"Tantangan pengendalian inflasi saat ini bersifat multidimensi yang perlu diwaspadai. Dari sisi global, terdapat risiko potensi perang dagang, disrupsi rantai pasok pangan dan energi global. Sedangkan dari sisi nasional, dipicu oleh tekanan permintaan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) dalam waktu bersamaan mulai dari Ramadan, Galungan, Kuningan, Nyepi, Idul Fitri pada Maret 2025, serta periode liburan yang cukup panjang. Komoditas yang berpotensi mengalami peningkatan pada periode HBKN tersebut antara lain hortikultura, bahan bakar rumah tangga dan minyak goreng," jelas Erwin dari keterangan resminya, Selasa (18/2/2025).
Baca Juga
Salah satu komoditas pangan yang menjadi perhatian yakni beras. Kondisi yang terjadi di lapangan saat ini, harga gabah kering yang rendah di tingkat petani, akan tetapi harga beras yang tinggi di tingkat konsumen.
Hal ini dipicu oleh dijualnya gabah kering dari Bali ke luar daerah untuk diolah menjadi beras, yang selanjutnya dijual kembali di wilayah Bali dengan harga yang lebih tinggi.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, peran penggilingan padi (RMU) yang berada di Bali, perlu diperkuat.
Strategi untuk memotong rantai distribusi hasil panen dapat dilakukan melalui optimalisasi Perumda sebagai offtaker maupun implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) dalam rangka menjamin kepastian pasar hasil panen petani sekaligus menjaga stabilitas harga.
Selain itu, karakteristik permintaan pangan di Bali dipengaruhi oleh season kunjungan wisata, karena Bali merupakan destinasi pariwisata dunia.
Pangan harus tersedia secara cukup untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat, maupun kebutuhan wisatawan. Di sisi lain, luas lahan pertanian menurun tiap tahunnya karena adanya alih fungsi lahan untuk kegiatan pariwisata.
Oleh karena itu, kolaborasi dan kerja sama TPID Bali diharapkan semakin aktif ke depannya dalam rangka memformulasikan inovasi untuk peningkatan produktivitas pertanian.
Sebagai informasi inflasi Bali secara tahunan per Januari 2025 sebesar 2,41% (YoY) di dalam koridor sasaran inflasi 2,5±1%. Erwin menyebut inflasi Bali masih tergolong moderat dalam rentang 2,5%.
Hal ini menunjukkan aktivitas ekonomi yang sehat serta daya beli masyarakat yang tetap baik. Selain itu, ia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi Bali pada 2024 mencapai 5,48%, lebih tinggi dibandingkan rata-rata nasional sebesar 5,03%.
Beberapa faktor penyebab inflasi, seperti gangguan cuaca ekstrem yang menghambat produksi dan distribusi pangan, kenaikan harga BBM, kebijakan distribusi gas elpiji 3 kg, meningkatnya harga Crude Palm Oil (CPO).
Kemudian adapula emas global yang berdampak pada kenaikan harga minyak goreng dan perhiasan, serta perkiraan meningkatnya permintaan canang sari dan sembako pada Februari–Maret 2025.