Bisnis.com, PRAYA, LOMBOK TENGAH - Seorang ibu Senah (70) warga Desa Lendang Are Kecamatan Kopang digugat anak kandungnya Jusriadi (45) di Pengadilan Negeri Praya.
Jusriadi menggugat haknya atas tanah berupa kebun seluas dua are dari total 13 are yang merupakan peninggalan Almarhum ayahnya, Mahrup. Saat ini tanah tersebut sudah dijual. Saat ini kasus gugatan tersebut sedang berproses di Pengadilan Negeri (PN Praya) dan sudah tiga kali mediasi, namun masih buntu.
Senah mengatakan, kalau tanah kebun tersebut sebenarnya tidak akan dibagi-bagi. Hal itu berdasarkan wasiat almarhum suaminya. Karena anak-anak semuanya sudah dibagi sawah sama-sama enam are.
"Kalau kebun ini wasiat almarhum tidak dibagi-bagi," ujarnya, Rabu (19/5).
Tanah kebun itu akhirnya dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti untuk pelunasan Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH) dirinya yang memang sudah menjadi nazar. Hasil penjualan tanah sebesar Rp260 juta tersebut juga dipakai untuk melunasi hutang-hutang almarhum suaminya dan biaya berobat ketika sakit.
"Untuk mengurus biaya pemakaman, dzikiran dan tebus sawah yang sebelumnya digadai," katanya.
Baca Juga
Tanah tersebut dijual pada bulan Januari 2021 lalu. Sejak saat itu, hubungan dia dan anak ke tiganya itu mulai merenggang. Pada saat lebaran Hari Raya Idul Fitri beberapa waktu lalu pun tidak ada kegiatan salam-salaman antara keduanya.
Saat ini, kata Senah, proses hukum antara dia dan anaknya itu sudah terlanjur berjalan. Sehingga tidak ingin berdamai. "Tidak ingin berdamai kalau sudah seperti ini," ujarnya.
Sementara itu, Jusriadi mengatakan kalau dirinya hanya menuntut hak atas lahan seluas dua are tersebut. Dia tidak mempersoalkan kalau hasil penjualan tanah tersebut dipakai untuk membiayai berbagai keperluan ibunya.
"Hanya saja, sisa dari berbagai keperluan tersebut harus diberikan secara rata kepada dirinya dan saudaranya. Mana yang bagian kita itu yang kita dapatkan. Saya semula tidak mau jual tanah dua are. Malah saya mau berikan uang untuk biaya pemakaman almarhum Bapak agar tanah dua are tidak dijual," jelasnya.
Dia juga mengaku kalau tanah kebun itu dijual tanpa persetujuan dirinya dan satu orang saudara perempuannya. Itu yang setuju penjualan tanah hanya empat orang. Padahal harus persetujuan semua ahli waris.
"Tanpa musyawarah itu yang saya sesalkan. Sebenarnya saya sangat ingin (damai) dengan ibu saya," ujarnya.
Kuasa hukum Senah, Apriadi Abdi Negara, mengatakan kalau mediasi masih buntu. Akan tetapi, dia mendorong agar persoalan ini diselesaikan secara damai. Karena terkait dengan keharmonisan ibu dan anak.
"Kita harapkan hasil penjualan tanah itu diikhlaskan untuk kepentingan alhmarhum orangtuanya,"tandasnya.
Gugatan ini juga dinilai cacat secara yuridis, formil maupun materil karena kurang pihak. Seharusnya pihak penggugat menggugat seluruh anggota keluarga. Namun dalam hal ini yang digugat hanya ibunya.
"Kemudian ini (gugatan) seharusnya dilayangkan ke Pengadilan Agama bukan PN," katanya.
Kuasa hukum Kusriadi, Sayyid Mustafa Kamal mengatakan mediasi antara kedua belah pihak masih buntu. Sehingga akan dilakukan mediasi lanjutan pada Senin (24/5/) pekan depan. Karena mediasi tersebut harus menguntungkan ke dua belah pihak.
"Hasilnya masih mediasi lanjutan. Sama-sama bertahan. Sama-sama ingin berdamai. Tapi adil dua-duanya. Ini bukan artinya melawan orang tua bukan dikatakan anak durhaka tetapi dia mencari hak-haknya gitu dari orang tuanya almarhum," katanya.