Bisnis.com, DENPASAR - Berawal dari kelumpuhan yang diderita pada 2011, Servasius Bambang Pranoto atau akrab disapa Babe meracik sendiri 69 bahan herbal.
Selanjutya, racikan tersebut dikenal sebagai minyak Kutus-Kutus.
Meski hanya belajar dari internet, minyak racikan tersebut mampu membuat Babe sembuh dalam kurun waktu tiga bulan.
Saat ini minyak Kutus-Kutus telah diproduksi secara massal, atau mencapai 24.000 botol per hari, dan sebanyak 700.000 botol setiap bulan.
Melalui produksi minyak sebesar itu, Babe menyebut omzet yang berhasil dibukukan setiap harinya senilai Rp2,4 miliar.
Keuntungan dari penjualan minyak ini dia investasikan dalam bentuk 3 buah hotel dan 11 villa. Adapun dalam hal pemasaran dilakukan oleh 28 orang distributor besar, dan reseller di bawahnya.
Baca Juga
"Sebenarnya saat saya sembuh tidak ada kepikiran untuk berjualan. Tapi seseorang yang jago dalam berbisnis tertarik dengan minyak saya pada 2012 lalu. Ketika itu juga di sebuah tempat suci ada lelaki tua yang datang dan meminta saya memberi nama minyak itu minyak Kutus-Kutus," tuturnya kepada Bisnis.
Minyak yang dijual Babe merupakan produk premium. Meski begitu, sebelum Covid-19, stok minyaknya selalu habis terjual. Setelah pandemi, persediaan minyak di gudang penyimpanan mencapai 300.000 hingga 400.000 botol.
"Tidak masalah ada stok, itu juga omzet bagi saya yang nantinya akan disalurkan kepada konsumen, jadi pebisnis harus optimistis," tambah Babe.
Penggemar kopi dan rokok kretek ini juga memiliki mimpi agar semua rumah di seluruh dunia menggunakan minyak Kutus-Kutus.
Salah satu cara yang dilakukan Babe dengan membeli sebuah Kastil sebagai toko di Negeri Kincir Angin Belanda dengan rata-rata penjualan mencapai 20.000 - 30.000 botol setiap bulan.
Kesuksesan Babe menjadi bos minyak herbal di Pulau Dewata tidak datang begitu saja. Dia bahkan pernah menggelandang saat pertama tiba di Bali pada 1998.
Keputusan untuk datang ke Pulau Bali diambil setelah dia mengundurkan diri dari posisi Internasional Senior Manager di salah satu perusahaan ternama di Ibu Kota.
"Saya baca itu buku Alvin Toffler yang menyebutkan jika kamu, kalau punya pekerjaan, kerja untuk dirimu, dan kamu suka. Kemudian dalam hati saya bertanya saya kerja buat apa ya? Ada ketidakpuasan dalam batin, kemudian saya memutuskan untuk keluar saja dari pekerjaan," kata lulusan London Economic School ini.
Menurut Babe, ia adalah pelajar yang baik. Sebelum terjun dalam bisnis ini, dia pernah menjadi pembuat film yang dikelola rumah produksinya sendiri. Selain itu, ia pernah menjadi tukang masak andal di warung yang didirikan bersama sang istri di daerah Gianyar pada awal datang ke Bali.
"Niat saya sangat kuat, sehingga akan timbul konsistensi. Bukan hanya goal atau hasil yang dituju tapi juga proses. Jalani proses sebaik mungkin, maka hasil akan datang sendiri," jelasnya.