Bisnis.com, NUSA DUA - Pemerintah Provinsi Bali menyebutkan proyek Tol Gilimanuk-Mengwi saat ini masih menjalani proses lelang ulang untuk mencari investor sekaligus berfungsi sebagai operator.
“Sekarang berproses di Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT),” kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Bali I Gde Wayan Samsi Gunarta di sela konferensi logistik dan forwarder Asia Pasifik di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Kamis (11/7/2024).
Dia menjelaskan saat ini pemerintah menjadi pemrakarsa proyek tersebut (solicited) karena belum mendapatkan pendanaan.
Sebelumnya proyek tol yang rencananya memiliki panjang 96,84 kilometer itu unsolicited atau diprakarsai investor atau badan usaha.
Ia menyebutkan proses lelang ulang dilakukan karena ada beberapa indikator belum tuntas di antaranya terkait kesiapan investor membiayai proyek tol yang rencananya menjadi terpanjang di Bali.
“Apakah investor siap atau tidak, kemudian terkait demand dan lainnya, mungkin banyak yang bisa dibicarakan. Tapi menurut saya, kita tunggu prosesnya saja,” imbuhnya.
Baca Juga
Pemprov Bali, lanjut dia, tidak memiliki target terkait realisasi hingga penuntasan proyek tol tersebut.
“Kalau sudah dilelang, semestinya cepat (realisasinya),” katanya.
Ia menilai keberadaan tol tersebut penting salah satunya mendukung konektivitas logistik.
Menurut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Bali Anak Agung Bagus Bayu Joni Saputra, Pelabuhan Benoa di Kota Denpasar Bali belum dilayani kapal peti kemas karena tidak ada industri besar di Bali.
Selama ini, pengiriman produk ekspor jalur darat dari Bali dilakukan melalui Pelabuhan Tanjung Perak di Surabaya.
“Kami dorong agar tol Jagat Kerti Bali (Gilimanuk-Mengwi) yang sempat ground breaking dan sekarang proses tender untuk bisa dipercepat proses pembangunan tol,” katanya.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono sebelumnya meletakkan batu pertama yang menandai dimulainya pembangunan tol Gilimanuk-Mengwi pada Sabtu (10/9/2022).
Proyek tol yang rencananya melintasi 13 kecamatan dan 58 desa di tiga kabupaten yakni Kabupaten Jembrana, Tabanan dan Badung itu diperkirakan menelan biaya investasi mencapai sekitar Rp24,6 triliun.