Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Perlu Upaya Ekstra Mengentaskan Kemiskinan Bumi Sasambo

Tingginya angka kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum tuntas hingga saat ini.
Ilustrasi. Suasana permukiman padat penduduk di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (16/5/2023).  JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Ilustrasi. Suasana permukiman padat penduduk di Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Selasa (16/5/2023). JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, DENPASAR - Tingginya angka kemiskinan di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menjadi pekerjaan rumah pemerintah yang belum tuntas hingga saat ini.

Badan Pusat Statistik mencatat (BPS) angka kemiskinan di NTB hingga Maret 2024 mencapai 709.010 atau 12,91% (YoY) dari jumlah penduduk. Angka tersebut hanya turun 42.220 atau  0,9% jika dibandingkan dengan periode yang sama di Maret 2022 (YoY).

Jika dilihat lebih jauh, dalam lima tahun terakhir angka kemiskinan NTB berkisar di 12%-13%, artinya tidak ada penurunan signifikan dalam kurun waktu tersebut. Kondisi ini berbeda jika dibandingkan periode 2013 - 2018, dimana NTB mampu menurunkan angka kemiskinan secara konsisten sebesar 1% per tahun. 

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin. Dimensi lain yang perlu diperhatikan adalah tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan.

Indeks Kedalaman Kemiskinan  maupun Indeks Keparahan Kemiskinan mengalami kenaikan. Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Maret 2024 sebesar 2,438, naik dibandingkan Maret 2023 yang sebesar 2,381 (YoY).

Sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan pada periode yang sama mengalami peningkatan dari 0,592 menjadi 0,612.

Kepala Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) NTB Iswandi menjelaskan angka kemiskinan NTB memang masih tinggi jika dibandingkan dengan nasional yang sudah mampu turun di bawah 10%.

"Kami masih memiliki PR untuk menurunkan kemiskinan NTB dibawah 10% sesuai dengan target nasional," jelas Iswandi pada Diseminasi Ekonomi NTB, Rabu (3/7/2024). 

Iswandi menyebut Pemprov NTB akan memprioritaskan pengembangan sektor pertanian dan pariwisata untuk mengatasi kemiskinan.

Dua sektor ini dipilih karena bisa membuka lapangan kerja yang besar dan sesuai dengan karakteristik wilayah NTB.

Akan tetapi pengembangan pariwisata bukan tanpa tantangan, masih rendahnya konektivitas penerbangan ke NTB terutama penerbangan internasional, membuat NTB masih menunggu limpahan wisatawan dari Bali. Sedangkan wisatawan domestik terkendala mahalnya tiket pesawat. 

Di sektor pertanian, ancaman datang dari alih fungsi lahan dan minimnya generasi muda yang berminat menjadi petani. Iswandi menyebut baru 30% petani generasi milenial, dari keseluruhan jumlah petani di NTB.

Senada dengan Iswandi, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTB Winda Putri Listya menjelaskan NTB memang membutuhkan pengembangan sektor inklusif seperti pertanian dan pariwisata.

Dua sektor ini dianggap mampu membuka lapangan kerja bagi warga lokal, sehingga bisa mengangkat daya beli masyarakat. Winda menyebut saat ini pertumbuhan ekonomi NTB sejalan dengan pendapatan per kapita yang justru turun dan ketimpangan semakin melebar. 

"Artinya sekarang pertumbuhan ekonominya semu, angka pertumbuhan tidak berdampak ke peningkatan kesejahteraan masyarakat NTB. masalah ini yang kami dalami, dan menurut analisa hal ini terjadi karena ketergantungan terhadap sektor pertambangan saja. Agar semakin merata kami mendorong pengembangan sektor pertanian dan sektor unggulan lainnya," jelas Winda. 

Pada sektor pertanian, Bank Indonesia mendorong petani untuk meningkatkan kemampuan menggunakan teknologi, pupuk organik sehingga bisa menekan biaya operasional petani dan mendapat untung lebih banyak.

Selain itu, penanaman komoditas unggulan potensi seperti vanili, kemiri diperluas agar membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan petani. 

Winda juga menyebut investasi yang masuk ke NTB harus investasi padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja lokal dalam skala besar. Bukan sekedar investasi nilainya tinggi tetapi membawa tenaga kerja lebih banyak dari luar NTB, sedangkan masyarakat setempat tidak mendapat kesempatan. 

Ekonom Universitas Mataram (Unram) Firmansyah menjelaskan pengentasan kemiskinan stagnan karena Pemda masih mengandalkan program jangka pendek seperti bantuan sosial (bansos) pangan, Bantuan Langsung Tunai (BLT), Sedangkan program jangka panjang belum menyentuh semua masyarakat miskin.

Jika pemerintah belum mampu menghadirkan investasi padat karya, salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni mendatangkan banyak event ke NTB, terutama event skala besar yang sejenis MotoGP, MXGP.

"Event - event skala besar memberi ruang masyarakat untuk terlibat, seperti membuka lapak jualan sepanjang acara berlangsung. Kemudian jasa pemandu wisata, travel lokal hingga EO lokal hidup," jelas Firmansyah. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ajijah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Terpopuler

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper

Terpopuler