Bisnis.com, DENPASAR—Transformasi digital yang dipraktekkan Desa Taro di Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar telah menajdikan desa ini menjadi rujukan bagi daerah lain yang ingin mengembangkan desa wisata era kekinian.
Wisatawan yang berlibur di Desa Taro, saat ini dimudahkan dengan sarana digitalisasi. Mulai dari sistem pembayaran menggunakan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di pintu masuk obyek wisata hingga visualisasi aktivitas di homestay dengan cara scan kode batang. Berbagai inovasi digital yang dikelola oleh Bumdes Sarwada Amerta, itu ternyata tidak hanya diperuntukkan bagi wisatawan tetapi masyarakat di desa yang memiliki 16 banjar ini.
“Ini sebenarnya untuk kepercayaan masyarakat desa supaya bisa ikut monitoring dan bisa melihat kinerja bumdes. Jadi hari ini ada berapa kunjungan wisatawan dan setoran obyek wisata berapa,” tutur Kepala Desa Taro I Wayan Warka kepada Bisnis, Senin (26/06/2023).
Desa Taro merupakan salah satu desa wisata terkenal di Bali. Lokasinya berada di pertengahan antara Ubud dan Kintamani. Meskipun pamornya tidak sementereng Desa Penglipuran, Kabupaten Bangli. Namun, desa wisata ini tidak kalah ciamik. Bahkan justru memiliki lebih banyak tawaran aktivitas wisata. Desa ini memiliki sejumlah obyek wisata, yakni Konservasi Lembu Putih, Semara Ratih Delodsema Village, Taman Kunang-kunang, Yeh Pikat Trakking, Tegal Dukuh Campground, Taman Dukuh Bali Farm, Tegal Wedangga Rest Area, Moringgai Holiday. Sesuai namanya, aktivitas wisata di setiap obyek wisata tersebut berbeda untuk setiap tempat.
Dibandingkan desa wisata lain di Bali, desa ini terbilang paling adaptif. Sejak 2022, untuk masuk ke sejumlah obyek wisata tersebut menggunakan digitalisasi. Tujuannya supaya pengelola Bumdes Sarwada Amerta, dapat secara realtime mengetahui jumlah kunjungan Desa Taro juga dilengkapi dengan 25 homestay dan vila. Fasilitas akomodasi penunjang itu untuk melayani wisatawan apabila ingin bermalam. Sebagai gambaran, untuk bisa menikmati seluruh wahana wisata di desa ini, dibutuhkan waktu sehari untuk menjelajahi seluruhnya. Sejumlah homestay disini juga modern dalam hal teknologi, karena dilengkapi dengan kode batang. Pengunjung tinggal scan, dan bisa melihat aktivitas serta sejarah tempat yang akan dikunjungi di Desa Taro.
“Sekarang memang belum semua obyek wisata menerapkan digitalisasi, tetapi ini langkah step by step untuk menjadikan semua digitalisasi,” jelasnya.
Baca Juga
Menurut Warka, ide menerapkan digitalisasi di desa yang sejarahnya berawal di zaman Markandya Purana ini paska dirinya melakukan studi banding ke Desa Tamansari di Banyuwangi, Jawa Timur. Ingin transparan serta memudahkan pengawasan, dirinya mencontoh Desa Tamansari tersebut. Untuk mewujudkannya, salah satu dari 8 wisata di Indonesia yang diajukan Kemenparekraf ke ajang anugerah desa wisata dunia UNWTO ini bekerja sama dengan pihak Poltekpar Bali selaku pembuat sistem.
Keputusan itupun menuai hasil. Salah satu dampak paling mudah adalah transparansi data dan keuangan. Jumlah kunjungan ke desa ini pada akhir 2022 merangkak naik mencapai 15.700 orang, dibandingkan 2019 hanya sebanyak 10.000 orang. Transparansi kunjungan memungkinkan dikorelasikan dengan tingkat pemasukan. Pelaku UMKM di desa inipun ikut ketiban kenaikan rejeki menjadi Rp70 juta per bulan, dari sebelumnya pada 2019 “hanya” Rp50 juta per bulan. Jumlah transaksi itu diketahui karena, sekitar 10 unit usaha di desa ini wajib menggunakan sistem transaksi secara digital.
Menurut Warka, berbagai inovasi yang telah diadopsi menjadikan desa ini masuk peringkat 2 Desa Brilian wilayah Bali NTB dan NTT yang diadakan BRI pada 2022. Keberhasilan ini merupakan imbas peran aktif bumdes dalam mengelola obyek wisata untuk pendapatan desa serta adopsi digitalisasi. Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan desa-desa yang tergabung dalam program Desa BRIlian diharapkan menjadi sumber inspirasi kemajuan desa yang dapat direplikasi ke desa-desa lainnya.
“Program ini merupakan program inkubasi desa yang bertujuan menghasilkan role model dalam pengembangan desa melalui implementasi praktik kepemimpinan desa yang unggul serta semangat kolaborasi untuk mengoptimalkan potensi desa berbasis Sustainable Development Goals (SDG’s),” ujarnya dikutip dari keterangan tertulis.
Dalam pemberdayaannya, Desa Brilian mengembangkan empat aspek yang terdapat dalam sebuah desa. Pertama, Bumdes sebagai motor ekonomi desa. Kedua, digitalisasi yang merupakan implementasi produk dan aktivitas digital di desa. Ketiga, sustainability yang mencerminkan desa tangguh serta secara berkesinambungan melakukan pembangunan. Keempat, innovation yaitu kreatif dalam menciptakan inovasi. Sementara itu, untuk objek pemberdayaan adalah elemen-elemen kunci di desa yang meliputi perangkat desa, pengurus Bumdes, Badan Permusyawaratan Desa, UMKM di desa, perwakilan kelompok usaha atau klaster dan pegiat Produk Unggulan Kawasan Perdesaan.
Ketua Forum Komunikasi Desa Wisata(Forkom dewi) Bali I Made Mendra, Desa Taro memiliki kelebihan dibandingkan desa wisata lain. Forkom Dewi Bali mencatat, ada 238 desa wisata saat ini di seluruh destinasi Bali. Namun, sebagian besar belum memiliki galeri untuk UMKM. Desa Taro menjadi satu-satunya desa wisata yang telah memiliki galeri UMKM yang dikelola oleh Bumdes.
Keberadaan galeri UMKM itulah yang membantu kesejahteraan Desa Taro. Ditambah lagi kemudahan menggunakan adopsi digital. Menurutnya, galeri UMKM itu menjadi penting agar nilai tambah pariwisata bisa mengalir hingga ke masyarakat. Tujuan utama dari pariwisata berkelanjutan adalah kesejahteraan. Apabila kunjungan wisatawan tanpa memberikan peningkatan kesejahteraan dengan membeli produk UMKM setempat, maka desa wisata tidak memiliki nilai tambah.
“Desa Taro ini punya nilai tambah, itu yang menjadikannya berhasil mewujudkan pariwisata berkelanjutan,” jelasnya.