Bisnis.com, DENPASAR - Rendahnya penyaluran kredit di Nusa Tenggara Barat (NTB) pada kuartal I/2023 menjadi beban berat bagi perbankan jika terus berlanjut karena di satu sisi dana simpanan nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) tercatat tumbuh tinggi.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit di kuartal I/2023 Rp55,18 triliun atau tumbuh negatif 2,22 persen (yoy), sementara itu dana pihak ketiga (DPK) Rp43,8 triliun, tumbuh 11,97 persen (yoy).
Pengamat ekonomi Universitas Mataram, Firmansyah mengingatkan bank untuk lebih agresif menyalurkan pembiayaan. Kondisi yang timpang antara penyaluran kredit dengan DPK tidak bisa dianggap remeh karena bank harus membiayai bunga DPK yang tinggi.
"DPK ini kan disamping menjadi pemasukan itu menjadi cost atau beban bagi perbankan karena harus membayar bunga. Nah bunga ini dibayar dari kredit, jadi kalau kreditnya rendah darimana perbankan akan membayar bunga DPK dan biaya bank lain. Ini menjadi persoalan harus menjadi kehati-hatian sekaligus warning bagi bank," jelas Firmansyah saat dikonfirmasi Bisnis, Jumat (23/6/2023).
Firmansyah juga menjelaskan rendahnya penyaluran kredit juga menjadi gambaran masih belum sehatnya ekonomi di NTB, karena indikator ekonomi bergairah terlihat dari penyaluran kredit yang tinggi. DPK yang tinggi juga menunjukkan masyarakat lebih hati-hati menggunakan dana untuk investasi karena melihat ekonomi belum tumbuh optimal sehingga masyarakat memilih menahan dana di bank.
Bank umum maupun BPR di NTB perlu membuat terobosan produk yang memudahkan masyarakat mengakses pembiayaan. "Perbankan harus lebih intens melakukan ekspansi untuk penyaluran kredit. Harus ada kemudahan bagi masyarakat untuk mengajukan pembiayaan," ujar Firman.