Bisnis.com, DENPASAR—Era digitalisasi tidak hanya memberikan harapan baru, tetapi juga kesempatan sama bagi siapapun yang mau berusaha.
Harapan dan kesempatan sama itu yang kini telah dinikmati oleh Ni Wayan Sri Mustika Sari, owner TSDC Store. Wanita asal Kabupaten Gianyar ini menjadi salah satu saksi bahwa masih bisa bersaing dengan pengusaha lain meskipun modal yang dimiliki terbatas. TSDC Store merupakan produsen kerajinan tas, souvenir, dan home dekor anyaman dari bahan baku ramah lingkungan seperti pandan, ate hingga lontar.
Kerajinan anyaman itu dijual mulai dari Rp150.000-RP600.00 untuk bahan ate serta Rp75.000-Rp200.000 untuk anyaman dari bahan lontar, dan pandan. Semua produk tersebut dijual menggunakan jalur daring seperti di dagang-el. Usaha ini tidak memiliki toko luring. Alasan keterbatasan modal serta dianggap belum menjadi fokus sebagai faktor keengganan membuka outlet sendiri.
Menurut Sri, outlet bukan kebutuhan utama untuk sementara waktu. Dia memilih menitipkan di Discovery Shopping Mall serta Beachwalk Kuta serta beberapa hotel. Tanpa toko pun, dirinya tetap bisa mengekspor ke Mesir, dan Timor Leste dengan bermodalkan gawai pintar.
“Semua jualan saya lewat online. Ada yang dititipkan seperti di hotel, tapi untuk toko tidak ada,” tuturnya kepada Bisnis, Senin (19/6/2023).
Menurut Sri, dirinya mempercayai sistem digital. Semua sistem mulai dari pemasaran, hingga pembayaran hasil penjualan cukup dengan sistem daring. Satu-satunya sistem luring yang masih diadopsi adalah ketika mengikuti pameran. Dia tetap yakin ke depannya sistem digital akan terus dibutuhkan. Sri mengaku belum terpikir untuk membuka toko offline.
Baca Juga
Atas konsitensi dengan digitalisasi dan dampaknya terhadap omset serta peluang ekspor, dirinya baru saja dinobatkan sebagai Juara 1 Inkubator Bisnis yang diadakan oleh Rumah BUMN Gianyar binaan BRI. Penghargaan ini semakin membulatkan tekadnya bahwa digitalisasi bisa menjadi pijakan bersaing dengan pelaku UMKM lain di Indonesia.
Sri mengatakan tidak menyangka usahanya akan sejauh ini. Dia menceritakan awal mula berdirinya TSDC Store pada Maret 2020. Saat itu dirinya baru saja mendapatkan project pembuatan masker kain dari salah satu dinas di Kabupaten Gianyar. Project ini didapatnya juga karena digitalisasi. Jadi ceritanya, Sri saat itu cukup aktif berjualan segala macam barang di marketplace facebook. Tanpa ada produk spesifik dan merek produk.
“Dulu semua produk saya produk jual bebas pokoknya posting semua. Sama sekali tidak ada brand dan produk,” jelasnya.
Saat pandemi Covid-19, kebutuhan masker tinggi. Sri melihat peluang tersebut. Kebetulan saat itu salah satu temannya yang memiliki skill menjahit baru kehilangan pekerjaan. Dia kemudian menawarkan kerja sama membuat masker. Desain dari dirinya. Produk itu ketika diposting, ternyata banyak peminat. Berbekal kepercayaan diri, dia pun menawarkan kain masker tersebut kepada dinas terkait. Akhirnya usaha itu membuahkan hasil. Dinas terkait suka hingga kemudian memesan sebanyak 15.000 masker.
Keberhasilan menyediakan masker kain dilirik oleh istri gubernur Bali Putri Koster. Oleh ketua Dekranasda Bali tersebut dirinya disarankan agar fokus membuat produk sendiri. Ibarat pepatah pucuk dicinta ulam pun tiba. Ketika sedang berpikir harus membuat produk apa, tiba-tiba datang tawaran dari salah satu perajin anyaman di Kabupaten Karangasem. Perajin tersebut meminta bantuan agar produknya dibantu promosi. Sri menyanggupi permohonan tersebut. Dia pun membuat TSDC Store akronim dari tanda sayang dan cinta.
“Dia dapat kontak saya darimana sampai sekarang tidak tahu. Pastinya saya langsung bikin logo dan ikut pelatihan-pelatihan digital supaya bisa buat jenama bagus,” jelasnya.
Untuk memperkuat penetrasi pasar luar negeri serta penguatan jenama, Sri memilih mengikuti pelatihan dari pemerintah maupun asosiasi. Jalan digitalisasi ditekuninya dengan serius. Dari sinilah kemudian mengalir pesanan bagi TSDC Store. Kalaupun di luar jalur digital, dirinya memilih business to business (BtB) seperti dengan travel, hotel dan pemerintahan. Saat ini orderan yang masuk ke TSDC bisa mencapai 400 tas souvenir per bulan.
“BtB itu paling banyak sekarang, kalau di pameran itu juga banyak tapi hanya sampel. Nanti yang beli tinggal scan terus bisa order mau seperti apa baru kita kirimkan PO,” tuturnya.
Meskipun diakuinya tidak semua di dunia digital bisa dipercaya. Sri berbagai pengalaman pernah menjadi korban dari agen di Mesir saat awal-awal merintis bisnis ini. Sampel produknya tidak dibayar oleh agen. Itu terjadi karena dirinya langsung percaya tanpa meminta terlebih dulu uang muka. Kejadian itu memberinya pengalaman untuk tetap waspada.
Praktisi digital I Putu Sudiarta menyatakan ada jenis bisnis yang cocok memanfaatkan digital sebagai media promosi atau biasa disebut online to offline (O2O), dimana transaksi terjadi offline (in store). Namun ada beberapa bisnis yang punya produk yang unik, bisa memanfaatkan digital hingga transaksi dan cakupan pasar yang semakin luas. TSDC merupakan salah satu bisnis yang bisa secara penuh memanfaatkan digitalisasi.
“Praktisnya ya bergabung dengan marketplace didukung pemasaran digital secara proaktif,” jelas pemilik produsen sofware Bamboomedia ini.
Menurutnya, digitalisasi di era sekarang super penting, karena konsumen semakin banyak menghabiskan waktunya di layar gawai pintar. Promosi digital dengan konten yang menarik, membuat potensi pasar jadi luas tanpa batasan fisik. Namun dirinya menekankan digitalisasi bukan segalanya, dan jaminan kesuksesan bagi semua bisnis. Ada bisnis yang sukses karena lokasinya yang pas dan strategis, walaupun hampir tanpa promisi digital. Ada juga yang sukses karena produknya yang keren sehingga promosi terjadi otomatis dari mulut ke mulut.
“Intinya digitalisasi sangat penting, tapi bukan jaminan atau penentu suksesnya bisnis,” tuturnya.
Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan pihaknya berupaya memenuhi kebutuhan channel yang makin beragam bagi UMKM. Karena itu pihaknya melibatkan BRI ke dalam berbagai kategori usaha seperti Rumah BUMN, Inkubasi Universitas, desa brilian, linkumkm, juga PNM mekaar. Peningkatan ini hanya salah satu usaha peningkatan kapabilitas pemberdayaan (empowerment) secara konsisten dan berkesinambungan terhadap para pelaku UMKM. peningkatan kapabilitas pemberdayaan tak hanya sekadar akses pasar secara digital, setidaknya ada tiga tahap yang harus diperhatikan, yakni pertama adalah literasi dasar yang di dalamnya mencakup inklusi keuangan dan manajemen keuangan dasar. Kedua adalah mendesain literasi bisnis.
“Ketiga adalah literasi digital kepada UMKM dengan tujuan go digital, go modern, dan go global,” jelasnya dikutip dari keterangan tertulis.