Bisnis.com, DENPASAR – Pihak Perbankan di Bali menilai perpanjangan restrukturisasi kredit hingga 2025 butuh pertimbangan yang matang agar dampaknya efektif bagi pelaku usaha dan pihak perbankan yang akan menjalankan kebijakan tersebut.
Direktur Utama BPR Kanti, I Made Arya Amitaba, menjelaskan perpanjangan restrukturisasi kredit harus melihat kondisi perekonomian terkini, khususnya kondisi dunia usaha dan geliat pariwisata pada 2023 yang menjadi masa berakhirnya restrukturisasi kredit yang diberlakukan sejak pandemi Covid-19.
“Harus dilihat dulu kondisi ekonomi Bali sebelum memutuskan apakah restrukturisasi kredit ini diperpanjang atau tidak. Jika kondisi ekonomi mendukung untuk penyelesaian kredit lebih cepat tanpa harus diperpanjang, maka lebih baik diselesaikan lebih cepat. Kami yakin regulator akan mempertimbangkan dengan baik, bagaimana mengelola perbankan di tengah pandemi,” jelas Amitaba, Selasa (16/8/2022).
Menurut Amitaba, Bali yang bergantung pada industri pariwisata memang membutuhkan kebijakan-kebijakan khusus untuk mempercepat akselerasi ekonomi Bali. Restrukturisasi salah satu opsi yang bisa diambil pemerintah, tetapi harus terintegrasi dengan percepatan sektor lain seperti meningkatkan kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik, sehingga kebijakan restrukturisasi tidak hanya menjadi langkah penundaan masalah saja.
Pemberian modal kerja baru bagi pelaku usaha yang terpuruk selama pandemi tidak bisa dilakukan secara parsial, pengalaman BPR Kanti dalam penyaluran kredit selama 2022, sebagian nasabah tidak antusias menerima kredit karena relasi bisnisnya masih belum berjalan atau stagnan.
“Kami juga harus melihat kondisi pelaku usaha, bagaimana potensi bisnisnya, jadi modal kerja baru memang diperlukan tetapi tidak bisa disalurkan secara parsial,” ujar dia.
Baca Juga
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional 8 Bali dan Nusa Tenggara, Giri Tri Broto, menjelaskan, perpanjangan restrukturisasi kredit seperti yang diusulkan Bali sedang dalam tahap kajian di tingkat pusat. OJK mengakui Bali butuh akselerasi yang lebih untuk percepatan pemulihan ekonomi.
“OJK mengusulkan agar dibentuk tim akselerasi ekonomi Bali seperti yang disampaikan oleh Ketua OJK saat rapat dengan Gubernur Bali, jadi tim akselerasi itu terdiri dari pemerintah pusat, pemda, pelaku usaha dan perbankan,” jelas Giri.
Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, menjelaskan perpanjangan restrukturisasi untuk menyelamatkan pelaku usaha lokal Bali yang masih rentan dan belum bisa memulai usaha setelah terpuruk selama dua tahun.
“Dua puluh persen pengusaha lokal Bali di sektor pariwisata dan pendukungnya kami lihat masih membutuhkan restrukturisasi dan modal kerja baru. Jika kebijakan itu dihapus maka 20 persen pengusaha tersebut tidak bisa bangkit,” ujar Cok Ace.
Kunjungan wisatawan mancanegara yang menjadi andalan Bali diprediksi baru bisa normal pada 2025, industri pariwisata Bali butuh 2,5 tahun lagi untuk menuju normal. Sebelum pandemi, Cok Ace menjelaskan saat ini jumlah kunjungan wisatawan masih jauh dari normal. Sebelum pandemi kunjungan wisman ke Bali mencapai 6,2 juta orang per tahun. (C211)