Bisnis.com, DENPASAR — Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan akhirnya menanggapi permintaan pengusaha-pengusaha di Bali terkait pemberian kebijakan khusus untuk mengatasi terpuruknya ekonomi Pulau Dewata.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kondisi Bali telah beberapa kali dibahas dalam rapat kabinet terkait dukungan yang bisa diberikan untuk mengatasi masalah terpuruknya ekonomi. Bali pun dinilai telah mendapatkan sejumlah kebijakan khusus seperti misalnya prioritas distribusi pemberian vaksin Covid-19.
Bali juga mendapatkan kebijakan khusus terkait pembayaran listrik PLN maupun bantuan pembayaran BPJS untuk pegawai.
Sementara itu, POJK yang selama ini sudah diterbitkan OJK dinilai sudah menolong banyak pengusaha-pengusaha di Bali.
"Bali kita bahas secara khusus dalam rapat kabinet, kita menaruh perhatian dengan POJK yang sudah menolong banyak," katanya menjawab pertanyaan Bisnis dalam webinar, Rabu (8/6/2021).
Menurutnya, Bali baru bisa melakukan pemulihan ekonomi apabila mobilitas masyarakat kembali normal dan turis domestik sudah berangsur kembali melakukan kunjungan wisata. Apabila sudah kembali normal, perbankan tentunya akan siap menyalurkan pembiayaan pada pengusaha di Bali.
Baca Juga
Hanya, saat ini kredit dinilai tidak terlalu diperlukan masyarakat Bali saat ini. Saat ini yang dibutuhkan pengusaha Bali adalah cara untuk bertahan dalam membiayai kebutuhan seperti pembayaran BPJS.
Pengusaha dinilai perlu bertahan agar nantinya Bali siap menyambut wisatawan ketika pariwisata telah dibuka.
"Pembicaraan detil tentang Bali telah berkali-kali, kita siap berdialog lagi dengan Bali," sebutnya.
Sebelumnya, Ketua Umum BPD HIPMI Bali Agus Pande Widura mengatakan pengusaha berharap pemerintah pusat memberikan stimulus khusus kepada Bali. Selama ini pengusaha di Bali mengalami kendala terhadap stimulus-stimulus yang telah diberikan pemerintah.
Seperti misalnya, kebijakan restrukturisasi kredit yang selalu diperpanjang selama satu tahun. Kondisi ini dinilai membuat perbankan kesulitan mengeluarkan kredit yang pada akhirnya membuat pengusaha kesulitan menambah modal kerja di tengah pandemi.
"Ini banyak sekali terjadi di Bali, nilai aset masih memungkinkan tetapi top up kredit tidak bisa karena sudah ambil restrukturisasi, memang yang jadi kendala bukan POJK 48 tetapi PMK 32 yang mengkhususkan pengusaha dengan omset di atas Rp50 miliar, kami kebanyakan di bawah itu," katanya.