Bisnis.com, DENPASAR — Talas Beneng kini menjadi salah komoditas ekspor yang diandalkan oleh petani Bali.
Petani Talas Beneng di Kabupaten Buleleng Bali Andrie Permana mengatakan permintaan ekspor talas beneng sebagian besar datang dari Australia, India, dan Turki. Adapun bagian talas beneng yang diekspor, yakni daun yang sudah dicacah dan dikeringkan. Serta bagian umbi dalam bentuk tepung.
Menurut Andrie, setiap minggunya dia dapat mengirimkan 1 ton daun kering talas beneng dengan harga Rp15.000 - Rp20.000 per Kg, atau mencapai Rp20 juta per ton. Sedangkan untuk tepung dari umbinya senilai Rp1.000 per Kg.
"Meski umbi harganya lebih rendah, tapi kami anggap sebagai bonus saja. Karena umbi bisa dipanen pada umur 1,5 - 2 tahun," kata dia kepada Bisnis, Kamis (24/6/2021).
Dalam jangka waktu tersebut, sambungnya, berat umbi dapat mencapai minimal 20 kg. Sehingga harga satu umbi per pohon mencapai Rp20.000. Jika luas lahan budi daya satu hektare, dengan jumlah tanaman idealnya 10.000 pohon. Maka dalam satu kali panen, petani berpotensi memperoleh hasil Rp200 juta.
Karena keterbatasan lahan dan tergolong sebagai petani yang baru mulai membudidayakan talas beneng, Andrie saat ini hanya bisa mengirim 1 ton daun kering yang dikumpulkan kepada eksportir di wilayah Jawa.
Baca Juga
Pemilahan daun talas.
Dia berharap agar lebih banyak lagi petani di Pulau Dewata yang membudidayakan talas beneng, dan membuka peluang bagi Bali untuk mengekspor sendiri komoditas ini. Selain itu, membudidayakan talas beneng juga bukan satu hal yang sulit. Sebab tanaman ini tidak memerlukan perawatan khusus, dan jarang terserang hama.
"Apalagi bila ada lahan tidur bisa dimanfaatkan oleh para petani di Bali, karena perawatannya mudah dan hama minim," tambahnya.
Andrie menjelaskan, talas beneng dimanfaatkan sebagai campuran obat herbal, kompos, hingga sebagai tembakau di sejumlah negara. Sehingga peluang ekspor masih tetap terbuka bagi petani yang ingin serius membudidayakannya.