Bisnis.com, DENPASAR - Produksi garam di Tejakula, Buleleng, lebih mudah menembus pasar ekspor ketimbang memasarkan produk di pasar lokal.
Produsen garam setempat Made Wijana mengaku selama ini pemasaran garam khas Tejakula terbentur regulasi yang mengharuskan garam punya kadar yodium minimal 40 ppm.
Hal tersebut berbeda dengan pasar luar negeri, yang justru tidak menghendaki aturan tersebut. Pasalnya, pasar luar negeri lebih menyukai garam dengan rasa lebih alami.
"Para chef pun lebih suka garam kita, karena lebih mudah mengatur kadar rasanya dalam masakan," kata Wijana seperti dikutip dalam rilis, Senin (5/4/2021).
Wijana menuturkan, sebelum menembus pasar tradisional, garam produksi petani lokal dihargai sangat rendah terlebih adanya aturan garam beryodium. Dengan adanya upaya untuk ekspor, petani saat ini cukup menikmati hasil dari jerih payahnya.
"Kita inginnya memberdayakan petani lokal, sayangnya lagi-lagi untuk pasar lokal terbentur regulasi. Padahal kita inginnya diedarkan juga untuk pasar lokal," sebutnya.
Mengutip dari laman Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Buleleng disebutkan bahwa garam istimewa ini hanya ditemukan di Buleleng.
Teknik produksi garam Tejakula berbeda dengan produksi garam lainnya. Tidak seperti garam pada umumnya yang menggunakan petak tambak. Teknik spesial ini disebut dengan teknik palungan yang menggunakan kayu kelapa.
Proses produksinya yaitu dengan meratakan tanah yang dicampur air laut menggunakan tulud di tambak garam. Setelah mengering, lapisan permukaan tanah bagian atas dikeruk dan dinaikkan ke atas alat bernama tinjung.
Air yang menetes dari dalam tinjung selanjutnya dijemur di dalam palung hingga garam mengkristal dan menghasilkan bentuk seperti piramid.
Belakangan, teknik tersebut dimodifikasi dengan teknologi green house atau rumah kaca. Caranya dengan melarutkan garam palungan yang sudah jadi dengan air tawar.
Selanjutnya. larutan garam tersebut dimasukkan ke dalam green house atau rumah kaca untuk proses pengeringan. Jika cuaca cerah, dalam rentang 2-3 hari, garam piramid sudah bisa dipanen.
Proses hingga panen bisa berlangsung hingga 1 bulan jika cuaca tidak mendukung. Karena proses pembuatannya yang sangat alami, garam piramid ini tidak mengandung bahan pemutih, pengawet, atau bahan kimia lainnya.
Ketua TP PKK Provinsi Bali Putri Suastini Koster mengharapkan garam berkualitas tinggi yang diproduksi petani lokal Bali bisa dinikmati lebih banyak masyarakat, bukan lebih banyak diekspor ke luar negeri.
"Garam kita luar biasa, orang luar negeri tahu benar kualitas garam kita, tapi kenapa malah yang kita konsumsi adalah garam yang kurang berkualitas," katanya.
Putri Koster menilai produksi garam asli Bali yang mampu menembus pasar ekspor memang akan dihargai lebih tinggi. Namun , dia menilai lebih baik lagi jika masyarakat juga menikmati dan mendapatkan manfaat garam sehat tersebut.
Pendamping orang nomor satu di Bali ini beranggapan bahwa Bali yang wilayahnya kecil, dianugerahi potensi luar biasa termasuk dari hasil garam yang diperoleh dari lautnya. Namun, garam yang begitu termasyur karena berkualitas wahid di dunia malah terbentur regulasi di negara sendiri.
"Kita negara kepulauan malah impor garam, ini kan aneh? Garam kita ini sehat dan berkualitas, jadi sudah sepantasnya dimanfaatkan masyarakat kita. Ini sudah dibiarkan sejak zaman Orde Baru, untuk itu perlu pemimpin tegas dan berani yang bisa mengupayakan tata kelola hal tersebut," sebutnya.