Bisnis.com, DENPASAR — Pemenuhan kebutuhan beras di Bali diupayakan tetap dominan dipasok dari petani lokal ketimbang impor. Meski dalam perkembangan nasional, pemerintah mengeluarkan penugasan impor beras 1 juta ton beras kepada Perum Bulog.
Keputusan tersebut dilakukan pemerintah sebagai mekanisme untuk menjaga cadangan beras pemerintah (CBP) tetap di 1 juta ton sehingga harga di pasar tetap stabil.
Pimpinan Perum Bulog Kanwil Bali Suhardi belum dapat memproyeksi porsi beras impor yang akan didapatkan Pulau Dewata jika rencana ini terealisasi. Namun, berdasarkan realisasi 2018, Bali mendapatkan jatah impor beras sebanyak 6.000 ton.
Bulog Kanwil berharap, dengan potensi impor beras, Pulau Dewata tetap akan dominan menyerap beras hasil produksi petani lokal. Bulog Bali pun akan menyerap beras lokal dengan harga sesuai acuan sebagaimana diatur dalam Permendag Nomor 24/2020 tentang Penetapan Harga Pembelian Pemerintah untuk Gabah atau Beras.
Lewat regulasi tersebut, pengadaan beras dengan fungsi CBP alias iron stock, Perum Bulog hanya bisa membeli GKP dengan kadar air maksimal 25 persen dengan harga Rp4.200 per kilogram di tingkat petani.
Sekadar informasi, Bulog Kanwil Bali saat ini telah melakukan penyerapan beras lokal lebih dari 1.300 ton, untuk jenis beras PSO maupun komersil. Saat ini akan memaksimalkan penyerapan untuk PSO sesuai Permendag 24/2020 dengan harga beras medium 8.300/ per kg.
Baca Juga
"Kanwil Bali tetap mengoptimalkan penyerapan beras PSO [public service obligation] lokal dulu seoptimal mungkin atau sebanyaknya untuk di Bali asal sesuai dengan persyaratan dipermendag, baik melalui mitra maupun satgas atau beli langsung," katanya kepada Bisnis, Selasa (23/9/2021).
Hanya, penyerapan beras lokal di tengah rencana impor, juga harus diikuti kesiapan outlet penyaluran. Apabila outlet penyaluran beras tidak siap, sirkulasi beras akan mengalami masalah sehingga berpengaruh ke stabilisasi harga.
"Selama outlet-outlet yang dulunya dilayani Bulog seperti Rastra/bansos rastra tidak ada lagi, yang berubah menjadi BPNT terus rubah jadi sembako maka di bulog terjadi ketidakseimbangan antara penyerapan dan penyaluran," katanya.