Bisnis.com, DENPASAR — Pembangunan Jawa Bali Connetion dengan tegangan 500 kilovolt (kV) diproyeksi mampu menjadi tulang punggung keandalaan sistem kelistrikan di Bali hingga 15 tahun ke depan.
General Manager PLN UID Bali Adi Priyanto mengatakan, untuk tahap pertama, Jawa Bali Connection (JBC) akan beroperasi pada 2024 atau 2025 dan menambah kapasitas listrik di Bali sebesar 720 MW. Saat ini pasokan listrik dari Jawa ke Bali masih disalurkan Saluran Kabel Laut Tegangan Tinggi (SKLT) Banyuwangi Gilimanuk 150 kV dengan daya terpasang 400 MW.
Jika JBC beroperasi, lanjutnya, Bali akan memiliki dua kabel bawah laut yang melintang dari Jawa untuk menjaga keandalan listrik Pulau Dewata. Pasokan listrik dari Jawa tersebut akan menjaga keandalan listrik di Bali sampai 15 tahun mendatang.
"SKLT tetap akan dipakai meskipun ada JBC, jadi akan ada dua kabel dengan dua beda tegangan karena Bali butuh banyak listrik 15 sampai 20 tahun mendatang," katanya kepada Bisnis, Selasa (16/2/2021).
Di satu sisi, Adi menilai rencana Bali Mandiri Energi dengan membangun pembangkit sendiri juga akan tetap berjalan. PLN sudah merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) Pesanggaran 250 MW dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Bali Barat dan Bali Timur sebesar 2 x 25 MW yang akan beroperasi komersial secara bertahap pada 2023 dan 2025.
Saat ini daya mampu sistem kelistrikan di Bali mencapai 1.322 MW yang berasal dari PLTU Celukan Bawang 380 MW, pembangkit listrik tenaga diesel dan gas (PLTDG) Pesanggaran 232,2 MW, pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kubu 1 MW, PLTS Banglet 1 MW, pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH) 1,4 MW, pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) Pesanggaran Unit 52,5 MW, PLTG Pesanggaran 74 MW, PLTG Gilimanuk 130 MW, dan PLTG Pemaron 80 MW.
Baca Juga
Menurutnya, pembangunan pembangkit baru dan JBC penting bagi Bali karena demand listrik diproyeksi akan mengalami kenaikan pada 2023. Pembangunan unit baru PLTG Pesanggaran di sekitar lokasi existing bukan merupakan pembangunan pembangkit baru, melainkan relokasi dari PLTG Grati di Jawa Timur yang telah terpenuhi daya mampunya.
"Ada PLTG Pesanggaran yang menyerap 250 MW, dan ditambah JBC akan pas untuk mendukung kelistrikan di Bali," sebutnya.
Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan menilai pembangunan JBC akan menggantikan SKLT eksisting karena memiliki teknologi lama sehingga rawan untuk dioperasikan dalam jangka panjang. Pembangunan JBC pun dinilai sejalan dengan asumsi pertumbuhan permintaan kelistrikan di Bali yang sebesar 6 persen per tahun.
Hanya, karena pandemi permintaan listrik di Bali baru akan kembali normal pada 2022. Beban puncak tertinggi di Bali pada 2019 dapat mencapai 982 MW, tetapi ketika terjadi pandemi, beban puncak hanya menyentuh di kisaran 600 MW.
Menurutnya, beban puncak di Bali baru akan normal pada 2022 dan mengalami pertumbuhan pada 2023. Lantaran hal tersebut, antisipasi perlu dilakukan dengan menlanjutkan JBC maupun pembangkit lainnya.
"Kebutuhan listrik pada 2023—2025 adalah sekitar 1.500 MW plus cadangan, dengan beban puncak tertingi 900 MW artinya butuh 600 MW lagi, tahapan untuk menyediakan energi panjang karena kosntruksi pembangkit perlu proses," sebutnya.