Bisnis.com, DENPASAR – Penyaluran pembiayaan atau kredit dari perbankan di Bali masih rendah walaupun secara bertahap aktivitas ekonomi di Bali sudah pulih.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran kredit pada April 2022 di Bali Rp99,71 triliun atau hanya tumbuh 3,27% (yoy) baik bank umum maupun BPR.
Pertumbuhan kredit Bank Umum di Bali pada April 2023 hanya 3,25 persen (yoy), itupun melambat dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 3,42 persen (yoy). Sedangkan pertumbuhan kredit BPR pada April juga tidak lebih baik, hanya tumbuh 3,40 persen (yoy), atau lebih lambat dibandingkan posisi Maret 2023 yang sebesar 3,74 persen (yoy).
Sedangkan pada posisi Mei, Bank Indonesia mencatat penyaluran kredit di Bali Rp107,5 triliun, penyaluran kredit sepanjang 2023 paling tinggi ke sektor atau lapangan usaha gabungan (jasa dan lainnya) dengan nilai Rp32,1 triliun. Kredit ke sektor perdagangan p26,02 triliun, akmamin Rp18.78 triliun, pertanian Rp4,43 triliun, industri Rp4,05 triliun, jasa masyarakat Rp3,28 triliun, konstruksi Rp3,08 triliun, real estate Rp2 triliun dan lapangan usaha transportasi dan komunikasi Rp1,99 triliun.
Ekonom Universitas Udayana, I Wayan Ramantha menjelaskan rendahnya penyaluran pembiayaan ditengarai oleh sejumlah faktor, di antaranya dinamika di 2023 yang sudah memasuki tahun politik, sehingga investor maupun perbankan masih banyak yang wait and see untuk berinvestasi.
“Indonesia itu sekarang sudah masuk tahun politik, tidak terkecuali di Bali sehingga investor masih ragu untuk investasi. Belum banyak yang berani menggunakan modal maupun melakukan pengajuan modal ke bank untuk investasi di sektor riil. Investor melihat stabilitas di tahun politik kurang bagus, sehingga mereka lebih memilih menahan modal,” jelas Ramantha kepada Bisnis, Senin (19/6/2023).
Baca Juga
Menurut Ramantha, bank juga menjadi lebih hati – hati dalam menyalurkan pembiayaan, apalagi pembiayaan ke sektor riil dengan kredit jangka menengah. Bank juga berkaca dari pandemi dimana sektor riil di Bali terpukul. Menurutnya masih lesunya sektor riil di Bali tidak lepas dari pengaruh global, dimana banyak negara belum pulih.
Industri pariwisata di Bali yang belum pulih walaupun sudah terjadi peningkatan signifikan kunjungan wisman juga turut menahan laju kredit di Bali. Guru besar Fakultas Ekonomi Unud ini mengatakan kinerja industri pariwisata sangat mempengaruhi kinerja pembiayaan karena Bali masih mengandalkan pariwisata sebagai untuk jalannya roda ekonomi.
Sebelumnya Kepala Tim Kelompok Perumusan KEKDA Wilayah dan Provinsi BI Bali, Rahmad Adi Nugroho, menjelaskan penyaluran pembiayaan dari bank masih rendah dan belum menyasar semua sektor. “Penyaluran kredit di Bali relatif imbang jika dilihat berdasarkan jenis penggunaannya, namun berdasarkan lapangan usahanya masih terfokus pada perdagangan dan akomodasi makan minum,” jelas Rahmad dikutip, Senin (19/6/2023).
Bank Indonesia terus berupaya untuk mendorong bank menyalurkan kredit ke sektor–sektor prioritas dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Salah satu upaya yang dilakukan BI yakni dengan peningkatan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank, dari sebelumnya paling besar 200bps menjadi paling besar 280bps.
Total insentif tersebut terdiri dari insentif atas kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas paling tinggi sebesar 1,5 persen, insentif atas penyaluran KUR dan kredit UMKM meningkat dua kali lipat menjadi paling tinggi sebesar 1 persen dan insentif atas penyaluran pembiayaan hijau paling tinggi sebesar 0,3 persen.