Bisnis.com, DENPASAR — Pengusaha payung tradisional Bali kini bisa menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan pasar seiring mulai normalnya perekonomian daerah karena pariwisata mulai bangkit.
Perajin payung (tedung) tradisional khas Bali, Putu Suardana di Mengwi, Kabupaten Badung mengatakan permintaan sejak 2022 kembali bergairah. Dalam sebulan permintaan bisa meningkat hingga 70 persen dibandingkan dengan saat masih ada Pandemi Covid-19.
“Tentu ini menggembirakan buat kami perajin skala kecil, permintaan mulai masuk jadi sangat senang sekali,” ujar Suardana saat ditemui Bisnis, Kamis (15/6/2023).
Dia menuturkan permintaan kini datang dari sejumlah usaha pariwisata seperti vila dan hotel I kawasan wisata di Badung serta masyarakat yang akan menggelar upacara. Bahkan permintaan dari Jakarta juga ada yang masuk ke dirinya saat ini. Tedung yang dibuat Suardana bervariasi dari sisi pewarnaan hingga bentuknya. Ada yang berbentuk payung tunggal berukuran sekitar 2 meter, dan payung bertingkat mulai dari 2 set serta 3 set. Saat ini, omzet Suardana mencapai Rp15 juta per bulan.
Bisnis yang dirintis sejak 2020 ini sempat menghadapi situasi dilematis. Saat merintis di awal-awal dirinya kesusahan mendapatkan pembeli. Akibatnya modal usaha semakin menipis karena minimnya permintaan. Akan tetapi, ketika pandemi berakhir, tiba-tiba permintaan meningkat sehingga membutuhkan bantuan permodalan.
Suardana menyatakan bersyukur dirinya tidak menghadapi kendala berat menghadapi situasi tersebut. Hal itu karena karena dirinya mendapatkan akses permodalan kredit usaha rakyat (KUR) di BRI. Bahkan, dirinya sudah 2 kali meminjam modal dari kredit dengan suku pinjaman paling murah tersebut.
Baca Juga
"Pemanfaatan KUR BRI pertama kali untuk modal usaha sebesar Rp10 juta pada 2021. Pemanfaatan modal KUR kembali saya lakukan dengan pinjaman sebesar Rp25 juta pada 2022," jelasnya.
Ditegaskan olehnya, KUR sangat membantu perajin UMKM seperti dirinya. Khususnya ketika pandemi dan paska pandemi. Akses terhadap permodalan jenis ini akan memudahkan pelaku usaha seperti dirinya. Ditambah lagi bahwa sebenarnya permintaan juga belum senormal seperti sebelum pandemi berlangsung.
Paska pandemi, masalah permodalan bagi pelaku usaha menjadi salah satu hal penting yang mengemuka di Bali. Ini disebabkan karena banyak perbankan enggan menyalurkan kredit kepada pelaku usaha yang berkaitan dengan pariwisata seperti usaha milik Suardana. Kehadiran KUR dengan kemudahan diakses serta suku bunga rendah sangat membantu pelaku UMKM di Pulau Dewata untuk bangkit.
BRI Bali tercatat sebagai perbankan yang paling besar menyalurkan KUR di daerah ini. Data dari Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJP) Bali, pada 2022, total KUR dan UMI yang telah disalurkan ke masyarakat di daerah ini mencapai Rp9,1 triliun. Dari total dana yang disalurkan itu, BRI menyalurkan hingga 66,6 persen. Sektor yang paling banyak didanai oleh KUR di Bali adalah perdagangan besar dan eceran mencapai 43,3 persen.
Adapun total debitur yang telah dijangkau sebanyak 155.922 orang. Lokasi debitur terbanyak berada di Kabupaten Buleleng mencapai 30.838 orang. Akan tetapi, penyaluran KUR terbanyak di Bali ada di Kota Denpasar, senilai Rp1,6 triliun. Khusus BRI Bali Nusra, sepanjang tahun 2022, KUR Mikro BRI di wilayah Bali dan Nusa Tenggara yang telah disalurkan mencapai Rp12,4 triliun.
Regional CEO BRI Denpasar, Recky Plangiten mengungkapkan penyerapan KUR di Wilayah Bali, NTB, dan NTT sepanjang tahun 2022 didominasi sektor produktif. Respons positif dari masyarakat akan kehadiran KUR dengan suku bunga rendah ini menyebabkan penyerapan KUR di wilayah Bali, NTB, dan NTT dapat dimaksimalkan.
“Respons tersebut disambut baik oleh BRI dengan memberikan kemudahan dan kecepatan pelayanan KUR baik yang diajukan melalui Unit Kerja BRI maupun secara online,” jelasnya.