Bisnis.com, DENPASAR—Kekuatan digitalisasi benar-benar dirasakan oleh pelaku UMKM Buana Sari Honeybee di Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana. Berkat digitalisasi, produk madu yang dihasilkan sudah melalanglang buana ke seluruh Indonesia. Padahal, daerah Jembrana sebelum adanya digitalisasi jarang dilirik karena hanya perlintasan bagi wisatawan dari Gilimanuk ke Denpasar.
Made Dwi Sumadi Putra mengungkapkan saat ini penjualan produksnya bisa mencapai Rp100 juta per bulan. Permintaan tidak hanya datang dari pembeli di Bali tetapi dari luar daerah seperti Jakarta juga sangat banyak. Menurut pria yang akrab dipanggil Dek Ong tersebut, semuanya berkat promosi melalui kanal daganga-el hingga media sosial.
“Saya sendiri memang tidak terlalu di media sosial atau online, karena sudah ada reseller yang bergerak di media sosial sampai online,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (10/05/2023).
Menurutnya, jalur digital terbukti mempermudah penjualan. Banyak pelanggan datang dari luar daerah karena tahu informasi lewat media sosial. Hingga saat ini, penjualan lewat digital termasuk website berkontribusi hingga 50 persen dari total penjualan. Adapun sisanya berasal dari penjualan ketika mengikuti pameran maupun pesanan langsung dari daerah sekitar.
Buana Sari Honeybee merupakan UMKM yang berlokasi di Desa Yeh Sumbul, Kecamatan Mendoyo. Usaha ini menjual madu asli dalam berbagai ukuran. Mulai ukuran 400 gram hingga 1 kg dengan harga jual Rp125.000 per botol hingga Rp200.000 per botol. Dek Ong menuturkan usaha yang dirintis sejak 2019 ini mendapatkan pasokan dari sekitar 700 koloni lebah Apis melifera yang diternakkan oleh Kelompok Tani Lebah Madu Buana Sari. Kelompok ini berisikan peternak yang tersebar di Kecamatan Mendoyo.
Dek Ong menjelaskan usaha ini berawal ketika dirinya pulang kampung dan dipercaya sebagai kelian desa atau kepala dusun untuk subak abian. Dari situ dirinya berpikir mengembangkan potensi peternakan hingga menjatuhkan pilihan dengan lebah madu. Pemilihan jenis ini karena saat itu cukup banyak warga di desanya yang menjadi pemburu lebah madu hutan.
Baca Juga
Untuk pemasaran hasil panen, dirinya membentuk Sari Buana Honeyebee sebagai offtaker yang menaungi reseller untuk memasarkan produk. Agar tercipta ekosistem yang baik, setiap hasil penjualan akan dibagikan kepada beberapa pihak seperti desa adat serta subak abian. Mekanismen ini membentuk ekosistem yang saling melengkapi. Offtaker hingga reseller bertugas menjual, peternak memproduksi dan desa adat mendapatkan bagian.
“Dari hasil ini semua menikmati. Tidak hanya saya sebagai offtaker tapi semua menikmati. Anggota juga sebagai reseller akan mendapatkan hasil bulan setiap bulan dan adat juga dapat sekian persen. Subak abian juga dapat sekian persen,” jelasnya.
Dek Ong menekankan ekosistem yang dibentuknya menuai hasil ketika momentum pandemi Covid-19. Permintaan meningkat drastis dampak kampanye kesehatan. Ditambah lagi, Bupati Jembrana I Nengah Tamba memberikan dukungan dan mendorong warganya mengkonsumsi madu produksi lokal khususnya.
Ke depannya, Buana Sari Honeybee akan terus menggunakan jalur digital untuk mendorong penjualan. Digitalisasi menjadi penting karena produknya kini sudah diekspor ke Tiongkok, Singapura, hingga Rusia. Dek Ong mengakui keberhasilan produksi madunya ikut ditopang sinergi pemerintah dan perbankan. Pemkab Jembrana juga mendorong pihaknya memperluas skema kerja sama ke desa lain di daerah ini.
Sementara untuk permodalan, dirinya yang dibantu BRI Cabang Negara dalam bentuk KUR. Hingga saat ini outstandingnya sudah mencapai Rp 1 miliar. Keberadaan perbankan sangat membantu UMKM seperti dirinya yang membutuhkan arus kas lancar serta memperluas akses.
“Dari pemerintah dan bank saya bisa ikut pameran-pameran lokal sampai nasional. Bahkan ikut Brilianpreneur tingkat nasional,” jelasnya.
Bupati Jembrana Nengah Tamba mengakui kualitas madu Buana Sari Honeybee berkualitas. Dia mendorong jumlah koloni lebah bisa ditambah dengan membentuk kelompok lain di desa lain. Menurutnya, peluang ini sangat besar untuk dikembangkan.
Direktur Bisnis Mikro Bank BRI Supari mengungkapkan KUR telah mampu mendorong formalisasi kelompok masyarakat unbanked dan underbanked kepada akses pendanaan yang lebih besar. Sehingga, program ini mampu menjadi jawaban masalah yang dihadapi oleh segmen mikro, yakni terbatasnya akses terhadap lembaga keuangan formal yang mudah dan terjangkau.
Keterkaitan dengan masa pandemi 3 tahun terakhir, penelitian yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada tahun 2022 menyatakan pelaku usaha mikro terbukti mendapatkan ketangguhan ketika menikmati layanan KUR di tengah masa pandemi.
“Pelaku usaha mikro yang mendapatkan pembiayaan KUR secara atraktif mendapatkan presentase omset penjualan lebih besar dibandingkan segmen usaha yang lain,”ujarnya dikutip dari keterangan tertulis.
Supari melanjutkan bahwa sejak awal diluncurkan, pelaksanaan program KUR terus menunjukkan peningkatan alokasi (kuota) maupun realisasinya. Kemudahan akses dan beberapa relaksasi ketentuan terkait pembiayaan membuat antusias pelaku usaha mikro menjadi lebih tinggi dalam memanfaatkan program KUR tersebut.