Bisnis.com, DENPASAR—Bagi pemilik A&D Handmade Lamp I Made Danuartha, perkembangan digitalisasi telah menjadi salah satu kunci usahanya tumbuh di era kekinian. Berkat digitalisasi, produksi kerajinan tempat lampu dari kayu miliknya, kini semakin dikenal dan diminati oleh masyarakat di Bali hingga Indonesia.
Danuartha menuturkan permintaan hasil karyanya banyak dipesan oleh calon pembeli luar daerah. Itu semua terjadi karena adanya lokatara seperti Facebook. Bahkan, penjualan lewat situs pertemanan ini bisa mencapai 90 persen dari total penjualannya per bulan.
“Mungkin karena orang malas ke lokasi toko, mending lewat aplikasi saja jadi bisa kencang promosinya,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (10/5/2023).
A&D Handmade Lamp merupakan usaha kerajinan aksesoris lampu berbahan dasar kayu yang berlokasi di Sukawati Kabupaten Gianyar. Produksinya seperti lampu tidur minimalis, lampu hias dikombinasikan dengan ciri khas seni Bali. Selain tempat lampu minimalis, kini juga mulai membuat papan nama.
Usaha yang dirintis sejak 2017 di Sukawati, Kabupaten Gianyar ini banyak dipasarkan ke pengembang properti vila dan hotel. Hasil karya Danuartha digunakan sebagai pelengkap dekorasi ruangan. Dia mengatakan ketika pandemi, permintaan lebih banyak pasar ritel seperti perorangan. Itu terjadi berkat sistem memasarkan menggunakan media sosial.
Ketika pandemi usai, permintaan dari vila dan hotel banyak bermunculan. Dalam sebulan, penjualannya sekarang rerata sebanyak 60 biji dengan rentang harga Rp200.000-Rp800.000 per biji. Menurutnya, dengan digitalisasi peluang usahanya berkembang ke depan akan semakin besar.
Meskipun pesaing produk sejenis cukup banyak, tetapi dengan ciri khas yang dimilikinya akan memberi peluang besar. Ditambah lagi, A&D Handmade Lamp merupakan salah satu peserta BRI Umkm Expo(rt) Brilianpeneur 2022. Sebuah program yang diiniasi oleh Bank BRI untuk pelaku UMKM. Produknya juga sempat dipamerkan di ajang G20 di Hotel Apurva Kempinski.
Kedepannya, Danuartha akan menggenjot penjualan menggunakan digital. Salah satu programnya untuk jangka panjang adalah merekrut staf bagian digital yang fokus menangani penjualan daring. Saat ini fokusnya masih mengatasi problem mahalnya ongkos pengiriman. Dia mencontohkan jika seharga produk hanya Rp100.000, ongkos kirimnya bisa mencapai Rp120.000. Harga tersebut tidak sepadan bagi konsumen. Solusi yang sedang dibuat olehnya adalah dengan berinovasi memproduksi produk ukuran kecil sehingga tidak menjadi masalah terkait ongkos pengiriman.
“E commerce sudah banyak permintaan tapi kendala tidak masuk di harga dan ongkir itu harga sebelas dua belas. Ini yang ke depan akan dicarikan solusinya,” ungkapnya.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali Trisno Nugroho, menjelaskan meskipun terpukul akibat pandemi Covid-19. UMKM di Bali tergolong salah satu sektor yang cukup resilien di Pulau Dewata. Kunci kekuatan tersebut terletak pada kemampuan adaptasi dengan digitalisasi. Saat pandemi, pelaku usaha langsung beralih menggunakan platform seperti Instagram hingga Facebook.
“Ini yang menjadi kunci kenapa mereka cukup tahan terhadap goncangan, karena langsung switching ke digital. Biasanya pelaku itu ikut pameran tapi selama pandemi kan tidak ada pameran. Adapun pun virtual,” tuturnya.
Kemampuan inilah yang membuat pelaku UMKM di Bali diprediksi akan cepat bangkit paska pandemi. Trino optimistis, dengan digitalisasi, perekonomian Pulau Dewata akan semakin bangkit lebih cepat.
