Bisnis.com, DENPASAR – Kemiskinan ekstrem masih ditemui di Nusa Tenggara Barat (NTB) walaupun geliat berbagai pembangunan di wilayah setempat sudah berlangsung dan investasi juga terus mengalir.
Data Pemprov NTB menyebut 3,29 persen atau 176.003 penduduk NTB masih berada di jurang kemiskinan ekstrem atau masyarakat yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti air bersih, makanan, dan minuman, pendidikan hingga tempat tinggalnya secara mandiri.
Angka tersebut sebenarnya turun 1,49 persen jika dibandingkan dengan 2022 yang jumlah angka kemiskinan ekstrem 4,78 persen.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) NTB, Iswandi menjelaskan pemerintah terus berupaya menghilangkan kemiskinan ekstrem di NTB secara bertahap melalui berbagai program dari pemerintah pusat hingga daerah.
“Secara konkrit ada program penerimaan bantuan PBI JK, PKH, sebagai bentuk-bentuk penanggulangan kemiskinan yang bersumber dari APBN. Sedangkan dari Pemprov ada bantuan sosial, hibah, serta bantuan lembaga masyarakat dengan APBD sekitar Rp1,2 triliun,” jelas Iswandi melalui siaran pers, Selasa (3/1/2023).
Selain melalui bantuan sosial, pemprov NTB juga berusaha mengurangi angka kemiskinan maupun kemiskinan ekstrem dengan menggalakkan program industrialisasi berbasis UMKM, dan pembukaan lapangan kerja dari investasi yang masuk ke NTB.
Sementara itu, Kepala BPS NTB Wahyudin, menjelaskan tantangan penanggulangan kemiskinan ekstrem datang dari gejolak ekonomi yang terjadi seperti kenaikan harga bahan pangan dan kenaikan harga BBM.
“Memang tidak bisa langsung menyasar 176.003 individunya, karena begitu ada gejolak seperti kenaikan harga BBM, inflasi dan lainnya, kemungkinan yang ada di luar kategori miskin ekstrem akan jatuh juga ke potensi kemiskinan ekstrem tersebut," ujar Wahyudin.
Kemiskinan ekstrem memang masih menjadi catatan bagi NTB, hal tersebut imbas dari rendahnya pendidikan dan rendahnya lapangan kerja terbuka di NTB. Masyarakat miskin yang ingin mengubah nasibnya banyak memutuskan menjadi pekerja migran ke luar negeri seperti ke Malaysia, Hongkong, Korea Selatan dan Saudi Arabia.
Data terbaru Badan Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia atau BP3MI NTB, menyebutkan pasca pandemi Covid-19 sudah 17.255 orang pekerja migran dari NTB berangkat ke luar negeri. Sejumlah 16.912 orang berangkat ke Malaysia, 77 orang ke Taiwan, 63 orang ke Brunei Darussalam, 81 orang ke Saudi Arabia, 6 orang ke Hongkong, 9 orang ke Papua Nugini, 6 orang ke Uni Emirat Arab, kemudian Qatar dan negara lainnya.