Bisnis.com, DENPASAR – Pengusaha di Provinsi Bali meminta restrukturisasi kredit yang diberlakukan sejak pandemi Covid-19 diperpanjang karena kondisi pengusaha yang belum pulih sepenuhnya.
Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Bali, Agus Permana Widura, menjelaskan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator dalam pemberlakuan restrukturisasi melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 17 tahun 2021 diharapkan tetap memberlakukan aturan tersebut karena pengusaha di Bali masih membutuhkan restrukturisasi kredit hingga keadaan ekonomi Bali benar-benar pulih.
Walaupun 2022 sudah memasuki tahap pemulihan, tetapi pengusaha tidak bisa langsung bangkit setelah vakum selama dua tahun. Menurut Widura, restrukturisasi kredit bisa diberlakukan hingga 2025, sesuai dengan permintaan Gubernur Bali kepada OJK.
“Sebagai pengusaha masih sulit untuk bangkit, oleh sebab itu sesuai dengan permintaan Gubernur Bali, restrukturisasi kredit sebaiknya hingga 2025. Kami sudah berbicara dengan OJK, mereka berjanji mengawal terutama untuk bank Himbara. Tetapi sekarang yang bergerak mengawal malah bank swasta dan BPR, hingga ke Kementerian Keuangan,” jelas Widura saat dihubungi Bisnis, Jumat (12/8/2022).
HIPMI meminta POJK yang mengatur restrukturisasi dibuat lebih spesifik mengatur Bali, yang paling terdampak sejak pandemi Covid-19. Meskipun dalam tahap pemulihan, sektor pariwisata Bali yang mendominasi 54 persen perekonomian diproyeksikan baru pulih sepenuhnya pada 2025, karena saat ini kunjungan wisatawan mancanegara baru 30 persen dari 6,2 juta kunjungan saat kondisi normal.
Belum dibukanya China dan Jepang, kemudian perang Rusia dan Ukraina, juga menjadi indikator pemulihan pariwisata Bali akan membutuhkan waktu lama untuk pulih. “Kondisi eksternal sangat berpengaruh bagi pariwisata Bali, sehingga Bali meminta restrukturisasi bisa diperpanjang 3 tahun lagi, hingga 2025,” ujar Widura.
Baca Juga
Sementara itu, Ketua Bali Tourism Board (BTB), Ida Bagus Agung Partha Adnyana, menjelaskan kondisi pengusaha khususnya di lapangan usaha akomodasi, restoran, dan transportasi masih banyak yang belum beroperasi. Di sektor akomodasi, dari 140.000 kamar hotel, baru 90.000 yang siap ditempati, sedangkan 50.000 kamar hotel masih belum beroperasi, dan sebagian dalam keadaan rusak.
Untuk memperbaiki kamar hotel tersebut, pengusaha membutuhkan modal, sehingga diharapkan perbankan memberikan akses modal kerja agar pengusaha bisa memulai recovery.
"Bali masih butuh restrukturisasi dan modal baru untuk recovery, jika restrukturisasi ini dicabut maka akan terjadi tsunami ekonomi di Bali karena memang kondisinya belum pulih. saat ini tamu masih berpusat di Bali Selatan, di Bali Utara dan Timur masih belum bergerak, jadi kami harap restrukturisasi jangan dicabut dulu," jelas Gus Agung saat dihubungi Bisnis, Jumat (12/8/2022).
Menurut Gus Agung, hingga akhir 2022, jumlah kunjungan wisman ke pulau dewata diprediksi hanya 30 persen dari total kunjungan saat kondisi normal, jika recovery bisa berjalan maksimal pada 2022, tingkat kunjungan wisman bisa mencapai 50 persen. Maskapai juga didorong terus menambah rute penerbangan internasional ke Bali agar akses wisman ke Bali semakin banyak. (C211)