Bisnis.com, DENPASAR -- Penerimaan pajak hotel dan restoran di Bali yang dilakukan dengan sistem terintegrasi secara elektronik masih belum memuaskan.
Hal tersebut diuangkapkan langsung oleh Gubernur Bali Wayan Koster yang menilai sistem terintegrasi secara elektronik yang telah berjalan dua tahun tersebut masih memiliki celah untuk dicurangi.
Pasalnya, masih ada sejumlah hotel dan restoran yang belum tercatat sebagai wajib pajak dan tehitung ilegal dalam menjalankan usaha. Selain itu, banyak juga pelaku usaha yang menyiasari sistem yang ada.
"Sistem yang diteapkan kabpaten kota masih banyak lemahnya, masih banyak bocor, dalam penegrtian banyak yang ielagal belum masuk dan menyiasati sistem yang ada, sehingga PAD yang bersumber dari pajak hptel dan restoran belum memberikan gambaran riil dan masih bisa kita pacu," katanya, Kamis (9/12/2021).
Berdasarkan data Bank Indonesia, terbatasnya perolehan dari pajak daerah (pajak hotel, restoran, hiburan) serta retribusi daerah wisata, telah membuat perubahan pada pagu anggaran (APBD-P). Perubahan tersebut yakni pada PAD kabupaten/kota yang menurun dari sebelumnya 35,29 persen menjadi 31,07 persen di kuartal III/2021.
Sementara itu, daerah dengan persentase realisasi pendapatan terendah pada kuartal III.2021 adalah Kabupaten Badung, yaitu sebesar 41,81 persen dari pagu anggaran. Kondisi ini disebabkan oleh turunnya realisasi pendapatan pajak dan tertahannya realisasi retribusi daerah.
Sebagai pusat pariwisata Bali, melambatnya kunjungan wisatawan berdampak signifikan pada penurunan setoran pajak dari pelaku usaha hotel dan restoran. Tertahannya kunjungan wisatawan juga menjadi alasan terhadap penurunan penghimpunan retribusi daerah, terutama di wilayah Daya Tarik Wisata (DTW).