Bisnis.com, DENPASAR — Pengusaha di Bali mulai menjual aset berupa kepemilikan hotel menyusul kondisi pandemi Covid-19 yang tidak kunjung berakhir.
Berdasarkan data Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali yang dikutip dari laporan Bank Indonesia, terdapat 48 hotel yang telah dijual sebagai bentuk dampak Covid-19 terhadap hotel dan restoran. Dari 48 hotel yang dijual tersebut, terbanyak berada di Badung dengan jumlah 41 hotel. Sisanya, sebanyak 4 hotel berada di Denpasar dan 3 hotel berada di Gianyar.
Sementara itu, berdasarkan kategorinya, terbanyak berada di kategori hotel berbintang empat dengan jumlah 19 hotel. Kemudian, 14 hotel berbintang tiga, delapan hotel berbintang lima, dan 7 hotel berbintang dua.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Bali Trisno Nugroho menilai penjualan properti akomodasi ini bisa saja menjadi strategi untuk mempertahankan bisnis utama pengusaha tersebut di masa pandemi. Apalagi, di masa pandemi, kedatangan wisatawan tercatat sangat rendah dengan level occupancy rate 3,3 persen pada masa awal pandemi dari rata rata 65 persen sebelum pandemi. Meskipun, per Juni 2021 occupancy rate telah meningkat menjadi 16 persen.
"Setelah 18 bulan para pengusaha sektor pariwisata-bertahan dengan mencoba efisiensi berbagai biaya dan menggunakan simpanan yang masih dipunyai. Dari berbagai diskusi dengan pengusaha dan pemilik horeka, opsi terakhir mencari aset-aset yang bisa dijual untuk bertahan termasuk properti akmamin," katanya kepada Bisnis, Senin (30/8/2021).
Baca Juga
Pengamat ekonomi pariwisata dari Universitas Warmadewa I Made Suniastha Amerta mengatakan penjualan aset meruapakan bentuk strategi bisnis. Hal tersebut pun lumrah terjadi di masa pandemi. Hanya penjualan aset ini tidak bisa dijadikan acuan bahwa kondisi pengusaha Bali sudah di titik akhir.
"Perihal jual-beli merupakan hal yang lumrah, terlebih lagi pada situasi pandemi ini," sebutnya.
Pengamat pariwisata dari Universitas Udayana I Nyoman Sunarta menilai penjualan aset berupa hotel dilakukan karena tidak adanya ketidakpastian akan penanganan hingga waktu berakhirnya pandemi. Bali yang sebelumnya menjadi pilot project pembukaan gerbang internasional justru tidak kunjung pasti dalam menyelesaikan kasus Covid-19.
"Ini ibarat pasar tidak percaya dengan kondisi pandemi di Bali, berlanjut dengan mengambil kebijakan penjualan aset," katanya.