Bisnis.com, DENPASAR — Program work from Bali kini menjadi sorotan karena dikaitkan dengan peningkatan kasus Covid-19. Di satu sisi, pelaku usaha merasa kebijakan work from Bali tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi Bali yang terpuruk karena pandemi Covid-19.
Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Provinsi Bali Made Ariandi tidak menyepakati jika penerapan work from Bali (WFB) telah meningkatkan kasus pandemi Covid-19. Alih-alih meningkatkan jumlah kasus, WFB dinilai menguntungkan bagi Bali yang selama ini terpuruk perekonomiannya akibat pandemi.
Menurutnya, peningkatan kasus Covid-19 lebih berkaitan engan kedisiplinan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan. Bahkan, tanpa adanya WFB, peningkatan kasus dinilai bisa saja terjadi jika protokol kesehatan tidak berlaku dengan tepat.
Ariandi pun menilai, tidak ada yang dapat memastikan jika WFB tidak diterapkan kasus Covid-19 di Bali akan menurun maupun berhenti.
"Siapa yang bisa memastikan tidak ada program WFB covid akan bergenti di Bali, yang bisa memastikan hanyalah bagaimana protokol kesehatan diterapkan, seperti misalnya kedisiplinan dalam memakai masker," katanya kepada Bisnis, Rabu (23/6/2021).
Lebih lanjut, tanpa adanya WFB, perekonomian Bali dinilai tidak akan menuju ke arah pemulihan. Bali tidak bisa mengandalkan kegiatan ekonomi domestik tanpa memperhitungkan sumbangsih dari kunjungan masyarakat luar provinsi maupun luar negeri.
Baca Juga
"WFB jelas menguntungkan, secara ekonomi nanti bisa berjalan dengan baik," sebutnya.
Ketua PHRI Denpasar Ida Bagus Gede Sidharta Putra menilai WFB tidak bisa dikaitkan dengan peningkatan kasus Covid-19
karena penerapan protokol kesehatan yang ketat. Pasalnya, penerapan WFB dilakukan di green zone dengan kasus Covid-19 yang rendah.
Misalnya, pada 22 Juni 2021, di Sanur Green Zone tekonfirmasi memiliki 3 kasus harian, Ubud 5 kasus harian, Nusa Dua dan Tuban sebanyak 5 kasus. Jumlahnya pun dinilai terbilang rendah dibandingkan daerah lain.
Begitu juga dengan, peserta WFB yang telah menerapkan protokol kesehatan dan melakukan vaksinasi maupun uji kesehatan sebelum mendatangi Bali.
"Kita lihat WFB ini sudah memenuhi protokol kesehatan ada PCR maupun antigen, lalu tinggalnya juga di green zone, saya pikir tidak benar ya [ada peningkatan kasus karena WFB]," sebutnya.
Senada, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Bali AAG Agra Putra mengatakan peningkatan kasus di Bali, tidak bisa disimpulkan akibat dari WFB saja. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi peningkatan kasus, khususnya penerapan protokol kesehatan, mulai dari screening di pintu-pintu masuk Bali, hingga penerapan prokes pada aktivitas-aktvitas masyarakat.
Sebaliknya, WFB menurutnya menjadi satu strategi untuk mendatangkan aliran dana ke Bali sehingga perekonomian bisa berputar. "Sebagaimana yang kita ketahui, saat ini Bali tidak ada incoming ke Bali, tetapi outgoing terus mengalir karena industrinya tidak ada di Bali," sebutnya.
Adapun pada 22 Juni 2021, terkonfirmasi sebanyak 127 kasus positif, dengan 105 di antaranya melalui transmisi lokal dan 22 pelaku perjalanan dalam negeri (PPDN). Secara kumulatif, pada 22 Juni 2021, terkonfirmasi 48.563 orang di antaranya sembuh 46.214 orang (95,16 persen), dan meninggal dunia 1.539 orang (3,17 persen).