Bisnis.com, DENPASAR — Rancangan Peraturan Daerah Bali terkait retribusi jasa usaha tidak akan mengatur mengenai pungutan atas pariwisata digital dan transaksi-transkasi elektronik.
Ketua Komisi III DPRD Bali Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana mengatakan keputusan tersebut diambil mengacu pada UU Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pungutan yang diambil dari pelaksanaan pariwisata digital hanya bisa berasal dari retribusi tempat rekreasi pariwisata atau ke dalam pemungutan pajak hiburan.
"Transaksi digital sebenarnya kami harapkan bisa masuk namun karena tidak mungkin maka kita sampaikan dorongan untuk segera membuat peraturan gubernur ataupun perda mengenai pariwisata digital sehingga bisa berusaha dan ambil klaim atas nama Bali," katanya kepada Bisnis, Rabu (28/4/2021).
Perlu diketahui, raperda retribusi jasa usaha tersebut merupakan inisiatif dewan untuk mengubah Peraturan Daerah Nomor 3 tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Usaha.
Sebelumnya, telah diadakan rapat paripurna dengan Gubernur Bali terkait sejumlah masukan yang akan tertuang dapat raperda inisiatif dewan tersebut.
Selain memastikan tidak adanya pungutan pariwisata digital, Dewan juga telah menyepakati uji pada UPTD Hiperkes di luar daerah tidak dapat dimasukkan kedalam Raperda Retribusi Jasa Usaha. Hal itu karena tidak termasuk ke dalam penetapan dan muatan yang dapat diatur dalam peraturan daerah tentang retribusi sesuai dengan Pasal 156, UU No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Baca Juga
Selain itu, raperda juga tidak akan memasukkan pungutan atas produksi dan distribusi obat-obatan. Sebelumnya, pungutan atas produksi dan distribusi obat-obatan dipertimbangkan untuk masuk dalam raperda karena pertimbangan potensi baru penjualan hasil pembuatan simplisia, serbuk tanaman obat dan bahan baku kosmetika herbal serta pembuatan ekstrak bahan alam, yang dilaksanakan oleh UPTD Laboratorium dan Pengujian Obat Tradisional pada Dinas Kesehatan Provinsi Bali dalam upaya meningkatkan PAD.
"Karena Raperda ini mengatur hanya tata cara pemungutan retribusi jasa usaha, maka soal tata cara produksi dan distribusi tidak dapat dinormalkan di sini. Hanya saja yang perlu diingatkan adalah jangan sampai terjadi praktik monopoli atau terlalu protektif pada urusan pembuatan sampel simplisia ini, hanya bagi satu orang atau satu perusahaan saja," sebutnya.
Kemudian, penerapan retribusi pelayanan kesehatan akan masuk dalam golongan retribusi jasa umum. Lebih lanjut, Dewan saat ini sudah sepakat untuk menetapkan raperda tersebut menjadi peraturan daerah.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati mengatakan perda ini akan segera disampaikan ke Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi pasca disetujui oleh dewan. Raperda tersebut diharapkan dapat segara diundangkan sehingga dapat meningkatkan pendapatan asli daerah Bali.
"Tentu kita berharap dalam proses evaluasi Raperda dimaksud agar berjalan lancar dan tidak menemui kendala dalam pembahasannya di Kementerian Dalam Negeri," sebutnya.