Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

EBT Belum Bisa Menjadi Tulang Punggung Kelistrikan di Bali

Kapasitas terpasang pembangkit EBT di Bali saat ini baru sebesar 6,5 MW sehingga bauran energinya baru mencapai 0,52 persen.
Indonesia Power (IP) meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Kompleks Perkantoran Bali Power Generation Unit dengan total daya 226 kWp pada Senin (24/2)./Bisnis-Yanita Patriella
Indonesia Power (IP) meresmikan beroperasinya Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap di Kompleks Perkantoran Bali Power Generation Unit dengan total daya 226 kWp pada Senin (24/2)./Bisnis-Yanita Patriella

Bisnis.com, DENPASAR — Energi baru terbarukan tidak mampu menjadi tulang punggung bagi sistem kelistrikan di Bali karena memiliki sifat tidak stabil atau intermiten sehingga tidak mampu menopang demand listrik Pulau Dewata.

Berdasarkan data PLN pada 2020, kapasitas pembangkit di Bali saat ini mencapai 1.261,2 MW. Pembangkit energi baru terbarukan (EBT) yang terpasang saat ini adalah berupa pembangkut listrik tenaga minihidro (PLTMH) 1,8 MW dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) 4,7 MW.

Secara terperinci, PLTS existing berada di Bangli dengan kapasitas 1 megawatt peak (MWp), di Karangasem 1 MW, dan PLTS Atap tersebar di sembilan kota/kabupaten sebesar kurang lebih 2,7 MWp. PLTMH sebesar 1,8 MW berlokasi di Buleleng.

Artinya, kapasitas terpasang pembangkit EBT di Bali saat ini baru sebesar 6,5 MW sehingga bauran energinya baru mencapai 0,52 persen.

Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan mengatakan energi baru terbarukan memang belum bisa menjadi tulang punggung sistem kelistrikan di Bali. Apalagi, saat kondisi normal, beban puncak kelistrikan di Bali mencapai 900 MW. Bauran pembangkit EBT di Bali yang masih rendah akan sulit memenuhi demand listrik masyarakat.

Di tengah upaya Bali mandiri energi dengan pemanfaatan energi bersih, lanjutnya, jenis bahan bakar pembangkitan yang bisa diandalkan adalah gas. Pemanfaatan gas untuk bahan bakar pembangkitan lebih memungkinkan daripada EBT karena memberikan keandalan sistem. Meskipun demikian, pembangkit EBT dinilai masih memungkinkan untuk mendukung bauran energi di Bali.

"Energi bersih yang bisa dimanfaatkan di antara fosil adaah gas, paling bersih gas, ini yang akan ditingkatkan untuk menjaga ketersediaan demand di Bali," katanya kepada Bisnis, Selasa (16/2/2021).

Padahal, berdasarkan rencana umum energi nasional (RUEN) dan rencana umum energi daerah (RUED) Bali 2020—2050, potensi pengembangan pembangkit EBT di Bali cukup besar yakni mencapai 3.685,6 MW yang terdiri dari energi laut 320 MW, bayu 1.019 MW, biogas 44,7 MW, biomassa 146,9 MW, surya 1.254 MW, air 624 MW, panas bumi 262 MW, dan minihidro maupun mikrohidro 15 MW.

Saat ini Bali sedang mendorong realisasi pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) di Pesanggaran, Denpasar berkapasitas 250 MW dengan rencana commercial operation date (COD) 2023. Selain PLTG Pesanggaran, juga akan ada Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Bali Timur dan Bali Barat dengan kapasitas masing-masing 2 x 25 MW dengan COD bertahap yakni pada 2023 dan 2025.

Ketiga pembangkit tersebut akan menjadi langkah bagi Bali untuk mewujudkan pemanfaatan energi bersih.

Apabila dua PLTS tersebut jadi beroperasi, Bali akan menambah kapasitas pembangkit EBT terpasang menjadi 106,5 MW. Realisasi tersebut akan melampaui target bauran EBT Bali pada 2025 yang sebesar 11,5 MW.

"Kita akan dorong tidak hanya PLTS nantinya, tetapi juga PLTS atap dan EBT lainnya, apabila ada teknologi baru yang memungkinkan pembangkit EBT stabil termasuk bayu, mungkin bisa kita dorong untuk dimanfaatkan di Bali," katanya.

Ketua Tim Community Based Renewable Energy (CORE) Universitas Udayana Ida Ayu Dwi Giriantari mengatakan pengembangan EBT di Bali dibutuhkan untuk mengurangi emisi. Namun, memang harus dibarengi dengan penguatan pembangkit thermal untuk mendukung EBT yang memiliki sifat tidak stabil.

Dalam hal ini, pembangkit thermal merupakan pembangkit yang menggunakan bahan bakar fosil berupa minyak bumi, batubara, uranium, dan panas bumi sebagai energi primer.

Artinya, untuk saat ini, EBT memang belum bisa menjadi tulang punggung bagi sistem kelistrikan di bali.

"Dengan semakin berkembangnya teknologi untuk mengatasi intermitten, ke depan ketergantungan akan energi fosil akan berkurang," sebutnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Zufrizal
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper