Bisnis.com, DENPASAR — Pelaku pariwisata di Bali menanti keputusan pemerintah pusat terkait penyaluran pinjaman lunak yang digadang-gadang akan senilai Rp9,9 triliun. Skema dan sejumlah syarat pengajuan menjadi pertanyaan bagi sejumlah pengusaha.
Pasalnya, dari penyaluran dana hibah pada 2020 lalu yang senilai Rp1,1 triliun, lebih dominan diserap oleh pemerintah daerah Badung ketimbang pelaku usaha swasta. Berdasarkan catatan Bisnis, pemerintah kabupaten Badung menerima dana hibah hingga Rp948 miliar atau 86,18 persen dari total dana karena menyesuaikan dengan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP)
Owner The Kayon Resorts Farah Palupi mengatakan pinjaman lunak ini sangat diperlukan bagi pengusaha besar yang bergerak di sektor pariwisata untuk memastikan mesin usaha tetap dapat beroperasi di tengah penurunan kunjungan wisatawan. Skema dan persyaratan menjadi hal yang harus dipastikan penyalurannya sehingga penyaluran pinjaman lunak ini bisa menguntungkan pengusaha.
Ira mengharapkan jika pinjaman lunak ini jadi tersalur, pengajuannya dapat menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan masing-masing pengusaha. Begitu juga dengan pemberian bunga yang diharapkan bisa lebih murah daripada pemberian pinjaman biasanya.
"Mohon dipermudah pelaksanaan administrasinya dan dipermurah suku bunganya dengan perhitungan yang memang mengacu pada keperluan untuk pembiayaan operasional serta maintanance di masing-masing hotel guna persiapan reopen hotel," katanya kepada Bisnis, Selasa (2/2/2021).
General Manager Kayumanis Jimbaran Made Karta mengatakan pinjaman lunak tersebut diharapkan membantu cash flow perusahaan yang saat ini terdampak pandemi Covid-19. Indonesia yang menutup akses masuk warga negara asing ke dalam negeri selama hampir 10 bulan lamanya telah membuat aliran dana perusahaan sangat berat.
Baca Juga
"Kalau program benar-benar direalisasi, untuk nilai pinjaman kami belum tahu berapa," sebutnya.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI Sandiaga Uno mengatakan pinjaman lunak atau soft loan yang senilai Rp9,9 triliun tersebut akan memastikan mesin pariwisata dapat terus hidup di tengah upaya pemulihan sehingga nantinya Bali siap menyambut wisatawan ketika pandemi telah teratasi.
Program ini dinilai akan menajdi darah segar bagi pariwisata dan ekonomi kreatif Bali. Rencananya, dana pinjaman lunak ini akan selayaknya penemapatan uang negera di perbankan yang disalurkan ke pelaku usaha lewat program pemulihan ekonomi nasional.
"Cash is king, karena ini sekarang teman-teman pariwisata lokomotifnya berhenti dan ini bagaimana caranya lokomotif ini mulai dinyalakan," katanya.
Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati mengharapkan pinjaman lunak ini dapat segera bisa diakses pelaku usaha di Bali pada Janauri 2021 ini. Pihaknya pun menghrapkan pinjaman lunak tersebut dapat memberikan bunga dibawah kredit usaha rakyat (KUR) atau lebih rendah dari 3 persen. "Secepatnya ya, kalau bisa Januari, harapan kita Januari," katanya.
Cok Ace, sapaan akrabnya, mengatakan pelaku usaha yang bisa mengakses pinjaman lunak tersebut kemungkinan akan diseleksi menyesuaikan dengan beberapa kriteria. Sejumlah kriteria yang harus dipenuhi yakni perizinan, pemilik usaha yang berdomisili di Bali, hingga besar kecilnya kapasitas usaha.
"Maksimal berapa tidak ada, tergantung kemampuan dari masing-masing pelaku usaha, kan nanti juga akan melihat PHR," sebutnya.