Bisnis.com, JAKARTA - Senyuman para penari Bali tidak lagi terlihat mengiringi kelenturan gerakan tangan dan tubuhnya. Ekspresi wajah yang mencerminkan karakter tari Bali yang dibawakannya sirna karena harus ditutupi masker.
Pecalang mengawasi umat Hindu mencuci tangan sebelum memasuki area pura dalam upacara persembahyangan Hari Saraswati di Pura Agung Jagatnatha, Denpasar. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Begitu pula dengan pemuka agama Hindu mesti melantunkan doa-doa dari balik masker dan alat pelindung wajah (face shield) saat memimpin upacara persembahyangan di Pura.
Umat Hindu menggunakan sarung tangan saat menyiapkan sarana persembahyangan di Denpasar. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Adat dan budaya Bali yang dikenal dengan keunikan, kental dengan kebersamaan dan gotong-royong seketika harus berubah karena mesti menerapkan tahapan-tahapan adaptasi kebiasaan baru dalam upaya mengatasi penularan wabah Covid-19.
Pemuka agama Hindu menggunakan alat pelindung wajah saat memimpin persembahyangan di Pura Agung Jagatnatha, Denpasar. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Semenjak wabah virus itu merenggut dua korban yaitu warga negara Inggris dan Prancis di Bali sekitar bulan Maret 2020, Bali sempat seakan menjadi kawasan wisata yang menakutkan. Kasus demi kasus Covid-19 mengalami peningkatan melalui transmisi lokal atau penularan antarwarga.
Pecalang atau petugas keamanan adat Bali memantau warga yang melakukan persembahyangan di Pura Desa Adat Sempidi, Badung, Bali. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Ritual adat dan budaya Bali yang hampir setiap saat digelar, selalu melibatkan banyak orang karena keterikatan adat / gotong royong yang kuat. Namun keramaian seperti itu menimbulkan kekhawatiran akan menjadi salah satu tempat potensial klaster baru Covid-19.
Umat Hindu dengan jumlah yang terbatas saat beriringan dalam upacara menjelang Hari Raya Kuningan di Pura Sakenan, Denpasar. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Oleh karena itu pada September 2020 Pemprov Bali bersama Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) dan Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali mengeluarkan surat edaran yang berkaitan dengan penerapan protokol kesehatan saat melakukan kegiatan ritual adat dan budaya tersebut.
Para remaja membawakan tari Rejang dengan mengenakan masker dalam rangkaian perayaan Hari Raya Kuningan di Pura Puseh Balai Agung Desa Adat Tiyingtali, Karangasem. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Surat edaran itu intinya membatasi kegiatan adat dan budaya yang menyebabkan keramaian. Dalam pelaksanaannya, Pecalang selaku satuan pengamanan adat bersama tokoh-tokoh desa adat menjadi garda terdepan dalam mengontrol penerapan protokol kesehatan. Kepatuhan warga terhadap aturan adat dan tokoh adatnya menjadi kunci dalam mengatasi wabah mematikan itu.
Petugas menggunakan alat pelindung diri saat prosesi Ngaben bagi jenazah korban Covid-19 di Krematorium Sagraha Mandra Kantha Santhi, Desa Bebalang, Bangli. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Misalnya saat persembahyangan di Pura, dengan membawa “thermo gun” Pecalang memantau suhu tubuh umat yang hadir. Pengawasan juga dalam hal penggunaan masker atau alat pelindung wajah, mencuci tangan dan jumlah umat yang hadir maksimal 25 orang di setiap termin persembahyangan.
Petugas menggunakan alat pelindung diri saat prosesi Ngaben bagi jenazah korban Covid-19 di Krematorium Sagraha Mandra Kantha Santhi, Desa Bebalang, Bangli. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Demikian pula saat prosesi Ngaben yang tidak lagi diwarnai arak-arakan jenazah. Prosesi Ngaben saat ini hanya diikuti oleh keluarga inti dan kerabat terdekat saja.
Tiga warga menggunakan masker saat turut berkeliling kampung dalam tradisi Ngerebeg di Desa Tegallalang, Gianyar. Antara/Nyoman Hendra Wibowo
Bahkan dalam kasus kematian akibat Covid-19, prosesi Ngaben dilakukan oleh anggota Tim Gugus Tugas Percepatan Pananganan (GTPP) Covid-19 dengan mengenakan alat pelindung diri (APD). Keluarga hanya bisa menyaksikan prosesi kremasi dari jarak jauh.