Bisnis.com, DENPASAR - Pemerintah Provinsi Bali berusaha mengurangi ketergantungan pendapatan asli daerah dari sektor kendaraan bermotor karena tidak sejalan dengan visi wilayah setempat.
Gubernur Bali I Wayan Koster mengatakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Pulau Dewata didominasi oleh Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dipandang kurang efektif. Karena hal ini secara tidak langsung memaksa masyarakat Bali untuk terus berlaku konsumtif dengan membeli kendaraan.
“Bertambahnya kendaraan bermotor menimbulkan masalah baru, seperti kemacetan dan polusi udara. Tentu saja hal tersebut tidak sesuai dengan visi pembangunan Bali,” kata Koster, Kamis (22/10/2020).
Menurutnya, Pulau Dewata sebagai destinasi pariwisata dunia harus didesain dengan baik, sehingga berkualitas dan berkelas. Dia menuturkan wisatawan harus dapat menikmati alam yang indah, masyarakat yang ramah serta kebudayaan yang adiluhung.
“Ketiga hal tersebut akan menjadi kunci menarik wisatawan berkunjung ke Bali, yang ujungnya untuk kesejahteraan masyarakat,” jelasnya.
Untuk itu, sambungnya, pengelolaan aset daerah sangat penting dalam tata kelola pemerintahan, sehingga mampu menjadi salah satu cara menggali sumber-sumber PAD baru.
Baca Juga
Dia mencontohkan berbagai upaya pemprov dalam menggali PAD baru dengan pengelolaan aset yang baik adalah penataan kawasan Besakih serta pembangunan Pusat Kebudayaan Bali yang kelak berlokasi di Kabupaten Klungkung.
“Jika ini sudah berjalan dengan baik, bisa mendatangkan wisatawan berkelas serta menjadi sumber PAD baru bagi Pemprov,” sebutnya.
Dalam kesempatan tersebut, dia menyebutkan bahwa masih banyak aset Pemprov Bali yang belum terkelola dengan baik. Serta masih banyak dalam sengketa dan belum mempunyai kepastian hukum.
Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bali Rudi Rubijaya mengatakan, kegiatan sertifikasi aset pemerintah daerah dan PLN merupakan program strategis Kementrian ATR/BPN RI untuk memetakan semua aset di Bali. Sehingga semua aset menjadi hak milik secara hukum dan bisa digunakan sebaik-baiknya.
“Jumlah total sertifikat yang akan diserahkan pada kali ini sekitar 4.634 bidang, dan masih ada potensi dalam proses sekitar 158 bidang dengan total nilai Rp12,7 triliun,” jelasnya.