Bisnis.com, DENPASAR - Setelah sebelumnya dikabarkan menjadi daerah yang belum mengirimkan laporan realokasi, Pemprov Bali akhirnya memutuskan nilai realokasi APBD 2020 untuk penanganan Covid-19 senilai Rp756 miliar.
Dana tersebut jika dibandingkan dengan total APBD Bali 2020 yang sudah diketok palu senilai Rp7,28 triliun, maka persentasenya mencapai 10,4%. Dikutip dari siaran pers Pemprov Bali, realokasi untuk penanganan penyebaran Covid-19 itu berasal dari tiga pos, yakni belanja tidak langsung Rp19 miliar, belanja langsung Rp687 miliar dan pembiayaan Rp50 miliar.
Jika dirinci lebih detil lagi, pos belanja tidak langsung yang dianggarkan di APBD senilai Rp4,46 triliun tidak mengalami pemangkasan berarti, karena hanya direalokasi senilai Rp19 miliar. Artinya untuk pos-pos belanja seperti hibah, bantuan social, subsidi, belanja bagi hasil tidak banyak mengalami pemangkasan.
Realokasi terbanyak justru dari pos-pos belanja pegawai, belanja barang serta belanja modal. Pemprov Bali mengalokasikan belanja langsung di APBD 2020 mencapai Rp2,8 triliun.
“Selanjutnya, realokasi anggaran tersebut dibagi ketiga kelompok penanganan Covid-19,” kata Gubernur Bali I Wayan Koster, Kamis, (23/4/2020).
Dia menambahkan bahwa ketiga kelompok itu meliputi, penanganan kesehatan Rp275 miliar, penanganan ekonomi Rp220 miliar dan kelompok penanganan dampak terhadap masyarakat Rp261 miliar. Lebih rinci lagi, dijelaskan untuk penanganan kesehatan penyalurannya dilakukan dengan dua skema besar.
Pertama, penanganan berbasis desa adat senilai Rp75 miliar dan kedua, diperuntukkan melalui Gugus Tugas Covid-19 Rp200 miliar. Khusus penanganan gugus tugas penyalurannya untuk pelayanan di 3 RS rujukan, RS PTN Universitas Udayana, RSUP Sanglah Denpasar dan RS Bali Mandara, pengadaan APD dan rapid test, penyediaan tempat karantina bagi PMI dan ABK, serta bantuan insentif bagi tenaga medis dan dukungan kegiatan operasional gugus tugas.
“Skema kebijakan penanganan dampak Covid-19 terhadap ekonomi dengan pagu anggaran sebesar Rp220 milyar. Pagu anggaran tersebut digunakan untuk penanganan atau penyelamatan kegiatan usaha akibat dampak Covid-19 terhadap dunia usaha yang meliputi tiga skema,” jelasnya.
Skema pertama diberikan kepada kelompok informal seperti warung, pedagang pasar, nelayan, peternak, UMKM dan IKM. Untuk skema kedua, diberikan kepada koperasi, dan skema ketiga bagi usaha media cetak serta daring yang diberikan dalam bentuk stimulus untuk menjaga keberlanjutan usahanya.
Adapun kelompok penanganan dampak terhadap masyarakat, penyalurannya akan diberikan dalam bentuk Jaring Pengaman Sosial (JPS), melalui dua skema besar. Pertama, penanganan dampak Covid-19 terhadap masyarakyat miskin yang diberikan melalui 1.493 desa adat berupa bantuan pangan non tunai senilai Rp149 miliar.
Selanjutnya terhadap masyarakat miskin Rp112 miliar, disalurkan kapada keluarga miskin yang tidak menerima Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), Bantuan Sosial Tunai (BST), Bantuan Langsung Tunai (BLT), dan Kartu Pra Kerja dari perintah pusat atau kabupaten/kota.
“Termasuk kepada pekerja formal yang di PHK, atau dirumahkan tanpa dibayar, dan untuk kelompok pekerja informal seperti supir, buruh lepas dan tukang parking,” tuturnya tanpa merinci jatah yang akan diberikan per orang.
Kemudian bantuan untuk kelompok pendidikan, yakni kepada siswa SD, SMP, SMA/SMK/SLB swasta yang orang tuanya terkena dampak Covid-19 melalui bantuan Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) dan untuk Perguruan Tinggi Negeri/Swasta yang orang tuanya atau yang bersangkutan terkena Covid-19 berupa biaya pendidikan pada semester berjalan.