Bisnis.com, DENPASAR—Meskipun capaian inflasi Bali masih rendah dibandingkan nasional, Tim Pengendali Inflasi Daerah Bali atau TPID diharapkan tetap mewaspadai tekanan inflasi menjelang Hari Raya Idulfitri.
Kepala Kantor Perwakilan BI Bali Causa Iman Karana mengharapkan TPID merapatkan barisan untuk mengamankan pasokan kebutuhan bahan pokok dari hulu hingga hilir. Dengan kerja keras, pihaknya menyakini tekanan inflasi di Bali dapat diredam.
“Bulan puasa serta hari raya Idulfitri bersamaan dengan peak season liburan wisatawan. Selain kecukupan stok komoditas perlu dapat perhatian, tariff angkutan udara dan antar kota juga perlu mendapatkan perhatian khusus,” jelasnya, Senin (29/4/2019).
BI Bali mencatat, setidaknya ada tiga hal yang harus menjadi perhatian khusus bagi TPID Bali menjelang Lebaran.
Pertama, dari aspek produksi, stakeholder utama yang terkait diharapkan mengupayakan peningkatan produksi komoditas pangan strategis serta meminimalisir terjadinya gangguan produksi.
Kedua, dari sisi distribusi, kelancaran arus barang khususnya komoditas pangan strategis wajib dijaga. Menghadapi lonjakan arus penumpang pada periode peak season, perusahaan transportasi dianjurkan mengenakan tarif sesuai koridor batas atas dan bawah.
Ketiga, TPID perlu membutuhkan pengendalian ekspektasi masyarakat melalui media massa agar tidak terjadi pembelian berlebihan.
Pada Lebaran 2018 yang jatuh pada Juni, tingkat inflasi Bali sebesar 0,34 persen (bulanan), atau 3,475 persen (tahunan). Inflasi tersebut didorong oleh kenaikan harga komoditas ayam ras, angkutan udara, dan telur ayam ras.
Pada Maret 2019, Bali mengalami inflasi sebesar 0,26 persen (bulanan) dan 1,85 persen untuk kumulatif. Inflasi pada bulan tersebut disebabkan oleh tekanan kenaikan harga di kelompok bahan makanan komoditas seperti tongkol, pindang, bawang merah, serta bawang putih. Selain itu tekanan kenaikan juga ditopang oleh komoditas transportasi, khususnya angkutan udara.