Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

PHRI NTB Sebut Kebingungan dengan Aturan Royalti Musik

Pengusaha NTB bingung aturan royalti musik yang minim sosialisasi. PHRI NTB sebut beban pajak meningkat, sosialisasi dari LMKN diperlukan.
Ilustrasi. Kotta GO Hotel Yogyakarta menghadirkan live music di Terrace Piyama Cafe. /Foto: Istimewa
Ilustrasi. Kotta GO Hotel Yogyakarta menghadirkan live music di Terrace Piyama Cafe. /Foto: Istimewa

Bisnis.com, MATARAM – Pelaku usaha di Nusa Tenggara Barat (NTB) keberatan dengan aturan royalti pemutaran musik yang dinilai memberatkan dan minim sosialisasi. 

Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini mengaku bingung dengan kewajiban membayar royalti yang menyasar restoran, hotel, hingga tempat hiburan.

Wolini menjelaskan pengusaha di daerah khususnya anggota PHRI butuh sosialisasi dari LMKN terkait cara memungut royalti dan besaran nilai royalti.

Kewajiban royalti juga akan menjadi beban pajak baru bagi pengusaha, selain harus membayar pajak ke daerah hingga pemerintah pusat.

Wolini menyebut jika ditotal, kewajiban pajak pengusaha mencapai 30%.

Selama ini belum ada sosialisasi di daerah sama sekali, pengusaha di daerah hanya membaca atau mengikuti informasi tersebut melalui pemberitaan dan konsultasi melalui telepon.

Akan tetapi tanpa sosialisasi langsung menurut Wolini tidak akan maksimal, karena banyak item yang harus dibahas.

"Kami bingung mau konsultasi langsung tidak bisa, LMKI tidak ada kantor di daerah, hanya ada di Jakarta. Ini lagu yang kita bayarkan mekanismenya seperti apa?, kami di NTB belum pernah sosialisasi," jelas Wolini kepada media, Rabu (5/8/2025). 

Salah satu isu yang perlu diperjelas menurut Wolini perhitungan royalti, jika perhitungannya menurut per kursi, maka akan memberatkan pengusaha walaupun dibayarkan per tahun.

Kemudian soal sanksi yang sampai ke pidana menurut Wolini tidak tepat, karena menimbulkan keresahan, apalagi skema pembayaran yang belum jelas dan tidak tersosialisasi dengan baik.

Wolini mengaku anggota PHRI resah dengan aturan pembayaran royalti, apalagi industri hotel dan restoran di NTB sedang sulit.

Hanya ramai ketika event - event nasional datang, seperti event Fornas yang mendatangkan banyak pengunjung.

Di hari biasa, okupansi hotel dan restoran merosot, Wolini menyebut banyak hotel di Senggigi dan Mataram sudah tutup karena tidak kuat dengan beban operasional. 

Untuk menghindari masalah, Wolini menyebut banyak pengusaha memilih tidak memutar musik, hal ini tentu berdampak ke suasana destinasi yang akan berubah.

"Memang seperti itu, kalau berat rasanya tidak usah memutar lagu, supaya tidak bermasalah seperti mie gacoan menjadi tersangka," kata Wolini. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro