Bisnis.com, JAKARTA – Bli Wahyu (28) berharap agenda moratorium pembangunan hotel di sejumlah wilayah di Provinsi Bali menjadi pertanda baik. Sebab, pemuda asal Canggu itu sudah resah dengan pembangunan hotel yang sudah berlangsung selama belasan tahun.
Sepanjang 10 – 15 tahun terakhir, kata Wahyu, pembangunan hotel di Pulau Dewata berlangsung dengan mengabaikan zonasi atau rencana tata ruang wilayah (RTRW), sehingga banyak area persawahan yang berubah fungsi menjadi hotel, guest house, vila, atau bangunan wisata lainnya
“Contoh paling nyata di Bali Selatan, atau Canggu lebih spesifiknya. Fungsi sawah sudah rusak, warga lokal sudah tidak mungkin membuka sawah lagi karena aliran air dan tanah rusak, padahal selain pariwisata, sawah jadi pekerjaan mayoritas warga Bali selain sektor jasa,” tuturnya.
Untungnya, warga bali seperti Bli Wahyu tidak sendirian menyangkut ihwal ini. Pada saat yang sama, pemerintah berencana melakukan moratorium pembangunan hotel demi mengatasi masalah alih fungsi lahan sawah di beberapa wilayah seperti Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita).
Dalam pernyataannya kepada Bisnis, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno terang-terangan menyebut rencana moratorium pembangunan hotel dan vila di kawasan Sarbagita bertujuan mengatasi terjadinya alih fungsi lahan sawah yang terjadi secara masif.
“Moratorium hotel bertujuan ‘mengerem’ terjadinya alih fungsi lahan secara masif. Hal ini seperti yang terjadi di Sarbagita belakangan ini. Banyak lahan persawahan yang menjadi salah satu daya tarik pariwisata Bali, kini telah berubah menjadi hotel dan villa,” kata Sandiaga baru-baru ini.
Baca Juga
Lalu, tambah Sandiaga, moratorium dilakukan untuk menjaga kondisi pasar agar tetap dalam keseimbangan antara supply dan demand. Sebab, kelebihan pasokan kamar hotel diyakini akan memicu terjadinya persaingan tidak sehat melalui ‘perang harga’ yang merugikan semua pihak.
Moratorium pembangunan hotel dan villa menjadi salah satu solusi untuk menghindari tanda-tanda terjadinya overtourism di Sarbagita yang menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan kemacetan.
Selain itu, moratorium pembangunan hotel diharapkan mampu meningkatkan pariwisata berkualitas dan berkelanjutan yang berdampak positif terhadap pencapaian target perolehan devisa pariwisata, yakni dengan bertambahnya lama tinggal dan jumlah pengeluaran wisatawan.
Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Hariyadi Sukamdani menyebut langkah moratorium merupakan jalan keluar bagi sejumlah daerah yang mengalami masalah oversupply kamar hotel. Strategi moratorium ini mendapatkan dukungan dari kalangan pengusaha hotel.
“Kalau moratorium kami merekomendasikan. Sebab, ada beberapa daerah yang sudah oversupply kamar hotel,” kata Haryadi.
Selain itu, moratorium berguna untuk mengkompensasi lahan-lahan hijau yang sudah terlanjur dibangun hotel dan villa di Bali Selatan. Dengan demikian, Bali tetap memiliki kawasan yang jelas soal zona hijau, yang menjadi harapan bagi warga asli seperti Bli Wahyu.