Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Moratorium Akomodasi Wisata Jadi Momentum Diversifikasi Investasi di Bali

Wacana moratorium pembangunan akomodasi di wilayah Bali Selatan bisa menjadi momentum diversifikasi investasi.
Wisatawan di Pantai Sanur./Pixabay
Wisatawan di Pantai Sanur./Pixabay

Bisnis.com, DENPASAR – Wacana moratorium pembangunan akomodasi di wilayah Bali selatan bisa menjadi momentum diversifikasi investasi dengan mengalihkan investasi ke sektor di luar pariwisata. 

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja menjelaskan investasi di Bali saat  ini masih bertumpu di sektor pariwisata. Hal tersebut tergambar dari realisasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dari 2017 hingga 2023 yang didominasi oleh investasi di sektor tersier yang meliputi investasi hotel dan restoran, konstruksi hingga listrik dan gas.

Dalam kurun waktu tersebut, investasi di sektor tersier tertinggi pada 2019 dengan realisasi investasi dalam negeri di atas Rp7 triliun atau 84,64% dari keseluruhan nilai investasi dalam negeri, kemudian di 2023 juga sudah mencapai Rp7 triliun. Sedangkan investasi sektor primer dan sekunder rata-rata di bawah Rp1 triliun atau hanya 6,36%. Begitu juga dengan investasi di sektor sekunder yang rata-rata di bawah Rp2 triliun atau hanya 9% dari keseluruhan investasi dalam negeri. 

Di sektor tersier, investasi ke hotel dan restoran dari  PMDN mencapai 43,9%, kemudian perdagangan dan reparasi 13,9%, listrik dan gas 14,9%, investasi ke perumahan, kawasan industri dan perkantoran 12,4% dan diikuti ke lapangan usaha lainnya.

Penanaman modal asing juga tidak jauh beda dengan dalam negeri, aliran dana asing 97,37% atau rata - rata US$600 juta per tahun sejak 2017 ke sektor tersier yang meliputi investasi hotel, restoran, perumahan hingga listrik dan gas. Jika dilihat porsinya, investasi ke sektor hotel dan restoran 27%, kemudian investasi ke perumahan, kawasan industri, dan perkantoran 43%. 

Jika melihat data di atas, investasi ke sektor yang tidak berkaitan dengan pariwisata masih kecil,  padahal menurut Erwin Bali memiliki sektor unggulan lainnya seperti pertanian dan digital yang masih berpotensi untuk dikembangkan dengan investasi yang berkesinambungan.

Menurutnya wacana moratorium pembangunan akomodasi di Bali Selatan bisa menjadi momentum untuk mendorong investasi ke sektor pertanian dan ekonomi digital. 

“Moratorium pembangunan akomodasi ini menjadi momen yang baik dalam mendorong investasi ke sektor unggulan lainnya seperti pertanian, kemudian ekonomi digital,”  jelas Erwin kepada media dikutip Rabu (18/9/2024). 

Jika melihat peta Bali, kawasan pertanian sebenarnya tersebar di tujuh Kabupaten mulai dari Tabanan, Gianyar, Bangli, Klungkung, Karangasem, Jembrana hingga Kabupaten Buleleng. Akan tetapi lahan pertanian di Tabanan dan Gianyar banyak beralih fungsi lahan menjadi villa dan hotel karena lokasinya strategis dan menawarkan keindahan alam. Ironisnya, Tabanan khususnya merupakan lumbung beras Pulau Dewata, jika terus dibiarkan akan menggerus produktivitas beras dan produk lainnya. 

Jika melihat data satelit landsat per Februari 2024, luas sawah pada fase pertanaman padi di Bali tinggal  71.890 hektare, terluas ada di Kabupaten Tabanan yang mencapai 19.896 hektare, kemudian Gianyar 11.953 hektare, Badung 9.204 hektare, Kabupaten yang menjadi pusat pariwisata ini juga banyak terjadi alih fungsi lahan sawah menjadi akomodasi. Kemudian Buleleng 8.937 hektare, Karangasem 6.669 hektare, Klungkung 3.643 hektare, Kota Denpasar 2.156 hektare, dan Bangli 2.220 hektare.

Menariknya investasi di sektor yang berkaitan dengan industri pariwisata membuat investasi di sektor lainnya masih sulit untuk berkembang. Wacana mengangkat sektor pertanian sebagai sektor utama muncul ketika pandemi, dimana sektor pariwisata sedang redup, jalan di tempat. Terlebih ketika sektor pariwisata kembali bergeliat.

Pasca pandemi kunjungan wisman ke Bali kembali bergeliat, Bank Indonesia mencatat kunjungan wisman pada 2023 mencapai 5,71 juta, sedangkan per September 2024 kunjungan wisman sudah di angka 4,59 juta, pemerintah menargetkan kunjungan wisman di 2024 hingga 7 juta atau melampaui kunjungan sebelum pandemi. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper