Bisnis.com, MANGUPURA – Mantan Gubernur Bali, Wayan Koster melontarkan wacana perubahan istilah desa wisata menjadi desa budaya atau desa berbasis pengembangan budaya.
Menurut Koster perubahan istilah tersebut untuk mengubah paradigma masyarakat Bali tentang korelasi budaya dan pariwisata. Jika desa wisata maka paradigma pengembannya adalah bagaimana mendatangkan wisatawan sebanyak–banyaknya agar mendapat keuntungan. Paradigma pragmatis ini menurut Koster tidak sejalan dengan budaya Bali dan cenderung mendegradasi budaya Bali.
Jika paradigmanya diubah menjadi desa budaya, maka tanggung jawab masyarakat desa untuk menjaga dan mengembangkan budaya, jika budaya berkembang dengan baik maka pengembangan wisata mengikuti.
“Bali kekuatannya adalah budaya, maka saya ingin kedepan desa wisata ini diubah menjadi desa budaya. kalau desa wisata yang terjadi pragmatisme. Kalau desa budaya jika dijaga budayanya dan dikembangkan maka otomatis akan menjadi desa wisata,” jelas Koster saat menjadi pembicara dalam forum mendorong pertumbuhan ekonomi Bali menuju pariwisata berkualitas di Nusa Dua, Selasa (7/11/2023).
Menurut Koster, kekuatan budaya menjadi kunci pembangunan Bali ke depan termasuk di sektor pariwisata. Bali tidak bisa hanya bersaing dengan daerah lain dengan menjual alam yang indah, karena banyak daerah lain yang memiliki panorama lebih indah dibanding Bali, akan tetapi belum ada daerah yang memiliki kebudayaan sekuat Bali, sehingga harus dijadikan tumpuan pembangunan.
Sementara itu, Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Ekonomi Kreatif Kemenparekraf Neil El Ilham menjelaskan perubahan istilah desa wisata menjadi desa budaya bisa saja dilakukan selama menaikkan kualitas pariwisata dan budaya Bali. Neil mengakui jika budaya merupakan aset utama Bali.
Baca Juga
Budaya ini memang menjadi aset pariwisata dan ekonomi kreatif, apakah itu yang mau didorong, jika itu baik kenapa tidak untuk dicoba. Bisa jadi nanti bukan sekedar wisata, tapi juga bisa belajar budaya dan kesenian bali, itu pandangan kami,” ujar Neil.