Bisnis.com, DENPASAR – Iklim bisnis dan investasi di daerah belum banyak terpengaruh dengan dinamika tahun politik jelang pemilihan umum atau Pemilu 2024.
Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Kabupaten Buleleng, Nyoman Agus Satuhedi, menjelaskan hingga tujuh bulan jelang Pemilu 2024, iklim usaha di Bali khususnya di Buleleng tetap bergeliat, dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik nasional seperti pencapresan yang sedang ramai.
“Belum ada pengaruh (tahun politik), hingga saat ini masih normal saja, usaha dan investasi berjalan dengan baik di Bali maupun di Buleleng,” jelas Agus kepada Bisnis, Rabu (5/7/2023).
Walaupun pertumbuhan bisnis masih terlihat lambat yang tercermin dari rendahnya penyaluran kredit perbankan, menurut Agus hal itu bukan dipengaruhi oleh situasi politik, melainkan masih terbawa dampak pandemi Covid-19 yang selama dua tahun terjadi di Bali.
Dia menilai walaupun ekonomi Bali sudah tumbuh di angka 5 – 6 persen di 2023, belum semua sektor bisa pulih seperti sebelum pandemi.
Banyak pengusaha yang masih melakukan restrukturisasi kredit, terutama di lapangan usaha akomodasi dan penyedia makanan minuman (akmamin). Para pengusaha menurut Agus sebenarnya membutuhkan modal segar untuk bangkit kembali, namun terbentur di aturan perbankan yang mensyaratkan kredit yang direstrukturisasi harus diselesaikan terlebih dahulu jika ingin mendapatkan modal segar.
Baca Juga
“Pengusaha yang sudah terlanjur melakukan restrukturisasi kredit sulit mendapatkan modal segar kembali sebelum kredit yang direstrukturisasi selesai, padahal untuk membangkitkan usaha butuh modal segar, ini menjadi kendala bagi dunia usaha di Bali termasuk di Buleleng,” ujar Agus.
Restrukturisasi kredit memang masih tinggi di Bali. Dari catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), restrukturisasi kredit di Bali masih di angka Rp28,12 triliun hingga Maret 2023, memang turun 38,59 persen jika dibandingkan Desember 2020 yang nilainya mencapai Rp45,80 triliun.
Berdasarkan sektor ekonomi, restrukturisasi kredit Covid-19 di Bali didominasi oleh sektor penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum (akmamin) sebesar 40,95 persen. Kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor 23,71 persen, dan sektor rumah tangga 14,83 persen.