Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

LPS dan Mahkamah Agung Satukan Persepsi Penanganan Perkara Perbankan

Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Mahkamah Agung menyatukan persepsi dalam penanganan perkara perbankan. 
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Ekskutif LPS, Lana Soelistianingsih saat menyampaikan laporan di acara sosialisasi LPS bersama Mahkamah Agung di Sheraton Hotel Kuta, Jumat (23/6/2033)./Ist
Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Ekskutif LPS, Lana Soelistianingsih saat menyampaikan laporan di acara sosialisasi LPS bersama Mahkamah Agung di Sheraton Hotel Kuta, Jumat (23/6/2033)./Ist

Bisnis.com, DENPASAR - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) bersama Mahkamah Agung menyatukan persepsi dalam penanganan perkara perbankan khususnya yang berkaitan dengan fungsi, tugas LPS dalam menganani bank yang dilikuidasi. 

Wewenang LPS yang luas dalam menangani bank yang dilikuidasi seperti pembayaran klaim, pengelolaan aset bank yang diambil alih, membuat LPS menjadi pihak yang berpotensi bersengketa di pengadilan baik itu di Pengadilan Negeri, Pengadilan Agama maupun Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). 

Undang - Undang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan (UUPPSK) pasal 20 nomor 4 menyebutkan nasabah yang klaimnya tidak dibayar bisa mengajukan upaya hukum ke pengadilan jika keberatan terhadap keputusan tidak layak bayar dari LPS terhadap dananya di bank yang dilikuidasi. Dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara spesifik pengadilan mana nasabah akan mengadu apakah ke PTUN atau pengadilan lainnya. 

UUPPSK hanya menyebutkan klausul ketentuan mengenai syarat, mekanisme dan tata cara penanganan keberatan nasabah diatur dalam peraturan LPS. Anggota Dewan Komisioner merangkap Kepala Ekskutif LPS, Lana Soelistianingsih menjelaskan perlu ada kesepahaman bersama antara LPS dan MA dalam penanganan gugatan yang berkaitan dengan LPS. 

"Mitra strategis kami seperti MA, perlu mengetahui fungsi, tugas kami sebagai lembaga penjamin simpanan di bank. Karena dalam bank yang dilikuidasi tentu kasus hukum, sehingga kami perlu mendapat dukungan dari MA," jelas Lana di sela-sela acara sosialisasi LPS bersama MA di Kuta, Jumat (23/6/2023). 

LPS berharap semua hakim mulai dari MA hingga hakim di daerah, memiliki pemahaman dan persepsi yang sama dalam penanganan gugatan nasabah yang masuk ke pengadilan. Lana juga menegaskan Hakim MA tetap independen sesuai dengan aturan yang berlaku. 

Sementara itu, Mahkamah Agung menegaskan gugatan yang berkaitan dengan LPS berpeluang masuk ke Pengadilan Tata Niaga, Pengadilan Agama maupun PTUN. Jika gugatan tersebut dari nasabah bank syariah maka akan ditangani oleh Pengadilan Agama sesuai dengan tugasnya yang berkaitan dengan sengketa ekonomi syariah, seperti yang disampaikan oleh Ketua Kamar Agama MA, Amran Suadi. 

"Sengketa ekonomi syariah itu yang berkaitan dengan LPS sudah menjadi kewenangan pengadilan agama mengadili perkaranya," jelas Amran. 

Ketua Kamar Perdata Mahkamah Agung, Gusti Agung Sumanatha menjelaskan pentingnya persamaan persepsi antara MA dan LPS dalam penanganan gugatan dari nasabah, apalagi di pasal 50 UUPPSK disebutkan jika dalam proses likuidasi timbul perlawanan atau perkara maka itu menjadi wewenang Pengadilan Tata Niaga. 

Selain itu, Sumanatha menjelaskan banyak isu yang harus dipikirkan LPS dan MA, terurama peran LPS ketika kondisi krisis ekonomi. "Saat krisis ekonomi apakah LPS bisa membuat regulasi dan melaksanakan sendiri regulasinya, kemudian bagaimana kalau ada perlawanan dari masyarakat terhadap suatu kebijakan, nah siapa yg menangani, isu ini akan kami diskusikan," ujar Sumanatha. 

Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA, Yulius juga menjelaskan, berbeda dengan dua pengadilan diatas, PTUN akan mengadili gugatan LPS dalam kapasitasnya sebagai lembaga publik, apakah keputusan LPS secara tertulis, maupun dalam tindakan faktual itu merugikan perbankan atau masyarakat. 

Yulius juga mengingatkan jika tugas LPS sebagai badan publik sangat berat, banyak sudut atau celah untuk memperkarakan LPS. "Saya sampaikan antara Pengadilan Tata Niaga, Pengadilan Agama, PTUN tipis pemisahannya. Jadi kalau tidak teliti bahaya, bisa satu perkara diadili oleh beberapa pengadilan. Tentu ini tidak bagus," ujar Yulius

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Editor : Miftahul Ulum
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper