Bisnis.com, DENPASAR – Realisasi pembiayaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bali masih terfokus ke dua sektor yakni pertanian dan perdagangan dari lima sektor potensial.
Bank Indonesia mencatat penyaluran KUR ke sektor perdagangan mencapai 43,35 persen dari Rp14,38 triliun penyaluran KUR hingga Mei 2023, sedangkan penyaluran kredit ke sektor pertanian 17,44 persen, industri 13,55 persen, sektor akmamin hanya 11,52 persen, dan jasa masyarakat 9,52 persen.
Kepala Tim Kelompok Perumusan KEKDA Wilayah dan Provinsi BI Bali, Rahmad Hadi Nugroho menjelaskan penyaluran KUR di Bali belum seimbang jika dilihat dari jenis lapangan usaha, karena porsi penyaluran ke sektor perdagangan sangat besar, jauh meninggalkan sektor lainnya. “Namun kalau dilihat dari jenis penggunaannya relatif imbang,” jelas Rahmad, Jumat (16/6/2023).
Secara umum kinerja penyaluran KUR di Bali pada posisi Mei 2023 tumbuh 11,79 persen namun lebih rendah dibandingkan kuartal I/2023 yang tumbuh 13,62 persen. Kredit pertanian tumbuh 9,2 persen sedangkan kredit industri hanya tumbuh 0,50 persen.
Rahmad menjelaskan Bank Indonesia terus berupaya untuk mendorong bank menyalurkan kredit ke sektor – sektor prioritas dalam rangka pemulihan ekonomi nasional. Salah satu upaya yang dilakukan BI yakni dengan peningkatan besaran total insentif makroprudensial yang dapat diterima bank, dari sebelumnya paling besar 200bps menjadi paling besar 280bps.
Total insentif tersebut terdiri dari insentif atas kredit atau pembiayaan kepada sektor prioritas paling tinggi sebesar 1,5 persen, insentif atas penyaluran KUR dan kredit UMKM meningkat dua kali lipat menjadi paling tinggi sebesar 1 persen dan insentif atas penyaluran pembiayaan hijau paling tinggi sebesar 0,3 persen.
“Bank Indonesia juga melakukan realokasi penerima insentif makroprudensial kepada kelompok sub sektor penopang pemulihan dengan threshold pertumbuhan kredit pembiayaan tetap rendah yaitu sebesar minimal 1 persen dan menaikkan threshold pertumbuhan kredit atau pembiayaan untuk kelompok penggerak pertumbuhan dan kelompok berdaya tahan (Resilience) dari semula 1 persen menjadi masing-masing 3 persen dan 5 persen,” ujar Rahmad.