Bisnis.com, DENPASAR – Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) mencatat hingga saat ini terdapat 32 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masih belum memenuhi modal inti Rp6 miliar dari 130 BPR yang ada di Bali.
Banyaknya BPR yang belum memenuhi modal inti tidak lepas dari pandemi Covid-19 selama dua tahun yang berdampak terhadap industri BPR. Selama dua tahun BPR tidak bisa menyalurkan pembiayaan secara optimal, kemudian tidak sedikit debitur yang melakukan restrukturisasi dan sata ini belum selesai.
Pandemi juga berdampak kepada BPR yang awalnya sudah memenuhi modal inti, karena bisnisnya tidak jalan selama pandemi sehingga modal inti sebagian BPR turun menjadi di bawah Rp6 miliar.
Opsi merger atau penggabungan BPR yang sebelumnya ditawarkan oleh OJK sebagai solusi untuk memenuhi modal inti menurut Perbarindo bukan langkah yang bagus untuk menyelesaikan masalah BPR di Bali. Ketua Perbarindo Bali, I Ketut Komplit menjelaskan tidak mudah melakukan merger dua BPR karena kompleksnya masalah yang ada di masing–masing BPR.
“Merger BPR tidak mudah untuk dilakukan, perlu persamaan persepsi hingga pembentukan ritme kerja yang sama antar dua BPR yang akan digabungkan. Ini juga menyangkut perbedaan budaya kerja di dua lembaga dan juga masalah lainnya,” jelas Komplit kepada Bisnis, Senin (5/6/2023).
Menurut Komplit, pemenuhan modal inti diharapkan dari tumbuhnya bisnis BPR secara organik, bukan dari merger yang membuat BPR di Bali akan berkurang. Pemerintah pusat dan pihak OJK diharapkan memberikan aturan khusus yang memberi kesempatan lebih panjang untuk BPR bisa memenuhi modal intinya.
Baca Juga
Regulator juga diharapkan melihat kondisi ekonomi Bali yang belum pulih pasca pandemi, menurut hitungan Komplit, ekonomi Bali bisa kembali normal setelah 2024.