Bisnis.com, DENPASAR – Kondisi perekonomian Indonesia masih harus menghadapi berbagai tantangan besar di tahun ini. Menurut Ekonom Indonesia, Faisal Basri, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih belum beranjak dari 5 persen dan tingkat inflasi masih cukup tinggi.
Hal ini pun berdampak pada sulitnya memacu UMKM dan industri-industri untuk bangkit di masa pasca pandemi Covid-19. Berbagai persoalan ekonomi yang dihadapi oleh Indonesia ini pun dikupas tuntas pada acara yang diinisiasi oleh Bank Lestari Bali (BPR), Bali Business Round Table 2023 bertajuk Prospek Indonesia (Bali) Terkini. Acara yang diselenggarakan pada 17 Mei 2023, bertempat di Riverside Convention Center, Denpasar ini menggandeng Ekonom Indonesia, Faisal Basri, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, Ananda R. Mooy selaku Direktur Pengawasan LJK, Kantor Regional 8 OJK Bali dan Nusa Tenggara. Acara ini pun dimoderatori langsung oleh Chairman Lestari Group, Alex P. Chandra.
Ekonom Faisal Basri menjelaskan tentang kondisi ekonomi Indonesia secara keseluruhan di mana, inflasi saat ini sedang menurun yang akhirnya juga mendorong penurunan suku bunga juga. Hanya saja prestasi ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi yang hanya tumbuh sebanyak 5,03 persen.
"Kondisi ini jelas tak cukup untuk mengatasi masalah-masalah kemiskinan dan lapangan kerja di Indonesia," jelas Faisal.
Faisal menambahkan, agar perekonomian Indonesia bisa tumbuh kembali dengan cepat, hal utama yang harus diperiksa adalah jantung perekonomian yaitu, sektor keuangan dan sektor perbankan.
“Jantung kita masih lemah. Kenapa dia lemah? memberikan kreditnya itu kecil sekali. Tugas bank itu menyedot dana dari masyarakat, teruspenyaluran kreditnya itu kecil sekali, cuma 40-an persen dari PDB, di China 100 persen, 200 persen bahkan,” tambahnya.
Direktur Pengawasan LJK, Kantor Regional 8 OJK Bali dan Nusa Tenggara, Ananda R. Mooy menyoroti tentang pertumbuhan ekonomi Bali yang mulai tumbuh sebesar 6,04 persen (yoy) pada kuartal I/2023. Meski terbilang cukup lambat dibanding triwulan sebelumnya, tetapi angka ini terbilang lebih tinggi dari pertumbuhan nasional yang hanya tumbuh sebesar 5,03 persen. Menurut Ananda, target Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2023 memang realisasinya pada Maret 2023 masih rendah dengan jumlah realisasi Rp1 Triliun.
Hal lainnya, perpanjangan restrukturisasi tidak untuk seluruhnya (provinsi) dan juga ada pengecualian, kecuali untuk Bali, sehingga ada kekhususan. Restrukturisasi kredit terhadap Bali, sebagai upaya perbaikan yang dilakukan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur, khususnya mereka yang mengalami kesulitan memenuhi kewajibannya.
“Jadi hal ini karena pencarian kredit yang agak lambat tahun ini, masih 8,70 persen. Selain itu, OJK kini tengah memperkuat manajemen resiko, karena kita sudah berpikir ketika kebijakan (stimulus) ini berakhir kita menghindari adanya clean effect. Maka bank-bank kami minta membuat manajemen resiko dan harus bisa melihat debitur terkait, usahanya masih bisa berlanjut sampai pada masa restrukturisasi. Dan atau debitur bisa membentuk dana cadangan yang cukup untuk tetap mampu beroperasi,” katanya.
Sementara itu Kepala Perwakilan BI Bali, Trisno Nugroho menjelaskan ekonomi Bali tumbuh 6,604 persen pada kuartal I/2023. Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan tahun 2022 yang hanya sebesar 4,48 persen.Trisno meyakini dengan adanya berbagai pertemuan di Bulan Juni 2023 nanti bisa mengakselerasi kunjungan pariwisata di Bali yang berdampak pada tumbuhnya perekonomian dunia usaha di Bali.
“Kami tetap optimis dengan dibukanya pariwisata Bali. Pada 2022 wisatawannya mencapai 2,3 Juta. 2023 kami optimis bisa tumbuh di kuartal tiga sekitar 8,3 persen. Saya kira kunjungan wisatawan yang datang ke Bali, akan tumbuh baik dan mereka tingkat menengah ke atas, apalagi kita ketahui harga tiket pesawat sekarang cukup tinggi,” ujarnya.
Trisno juga menambahkan, dibandingkan dengan di Jawa, Perumda dan UMKM di Bali sudah cukup bagus dalam memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di Bali sehingga keduanya memiliki peran yang cukup penting dalam mendongkrak perekonomian di Bali. Alex P Chandra selaku Chairman Lestari Group menimpali, UMKM di Bali sendiri saat ini membutuhkan pengelolaan yang baik tetapi masih perlu diperhatikan terkait konsistensi supplier di lapangan.
Tentu dengan keberadaan supplier yang dapat dikelola baik, pasar, dan ekonomi Bali juga tumbuh positif, sehingga 6 kabupaten dimaksud dapat didorong supaya mampu memenuhi pasokan 3 kabupaten, salah satunya di sektor kebutuhan pokok untuk pariwisata.Tidak semua harus bergerak dari sektor pariwisata [tourism]. Dari tiga Kabupaten seperti Denpasar, Badung, dan Gianyar bergerak di sektor pariwisata. Kemudian, enam Kabupaten lainnya, Buleleng, Tabanan, Negara, Klungkung, Karangasem, dan Bangli, memiliki pasar untuk dapat menyuplai sektor pertanian serta semacamnya.
"Kami mengundang narasumber untuk dapat bertemu dan berinteraksi dengan stakeholder di Bali, para stakeholder supaya mengetahui informasi lengkap, termasuk dari sisi kebijakan dan pertumbuhan ekonomi. Apalagi Bali memiliki prospek pasar, seperti dibahas Pak Trisno, ada dari 6 Kabupaten mensuplai tiga Kabupaten (pariwisata). Ada 16,9 juta turis, itu suplai (bahan baku/pokok-red) dari Jawa. Mestinya ada arah ekonomi Bali yang baru,” ujar Alex.
Ia menambahkan, UMKM juga harus mulai mempertimbangkan keberadaan supplier (pemasok produk barang atau jasa), seperti telur, peternak ayam, dan lainnya. Pasar dari kebutuhan ini cukup besar, bukan hanya di Bali saja, tetapi ada inflow 16,9 Juta penduduk yang sekarang dilayani pasar luar Bali.
"Ke depan ekonomi Bali bentuknya berubah tidak lagi konsentrasi hanya di pariwisata, tetapi ekonomi. enam kabupaten lainnya, jangan ikut-ikutan pariwisata, tetapi sebaliknya enam kabupaten di Bali [yang disebutkan] memenuhi kebutuhan tiga kabupaten tersebut,” tutupnya.