Bisnis.com, DENPASAR – Penolakan Gubernur Bali Wayan Koster terhadap kedatangan Timnas Israel yang berujung pada pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 rupanya akan berdampak pada citra Bali sebagai daerah pariwisata dan pusat event berskala nasional maupun internasional.
Selain tidak mendapat dukungan mayoritas publik, langkah Koster dinilai oleh praktisi pariwisata akan berdampak terhadap citra bali dimata wisatawan dan para event organizer (EO) berskala besar yang biasa membidik bali sebagai tempat event-event besar baik MICE maupun olahraga.
Selama ini tidak ada hambatan berarti dalam penyelenggaraan event di Bali, karena berbagai fasilitas dan akomodasi sudah tersedia dengan baik dan pemerintah daerah selalu mendukung berbagai event tanpa melihat latar belakang penyelenggara maupun peserta.
Salah satu praktisi pariwisata Bali, Hery Angligan, menjelaskan banyak pihak yang mempertanyakan sikap Gubernur Bali yang menolak Timnas Israel, padahal Presiden sebagai pemimpin tertinggi mengizinkan Timnas Israel untuk bermain di Indonesia.
“Banyak yang mempertanyakan (sikap Koster), karena Bali selama ini dikenal sebagai daerah terbuka, toleran tiba - tiba keluar sikap dari Gubernur seperti itu, tentu disayangkan karena pasti berdampak terhadap branding pariwisata Bali,” jelas Hery, Kamis (6/4/2023).
Hery menjelaskan seharusnya sikap gubernur sebagai wakil pemerintah pusat selaras dengan sikap presiden Jokowi selaku atasannya. Bali yang sedang membangun kembali pariwisatanya pasca pandemi akan kembali terkena imbas kebijakan yang bisa menghambat percepatan pemulihan pariwisata. Apalagi selain menolak timnas Israel di sepak bola, Koster juga menolak kedatangan tim Israel di event Anoc World Beach Games yang diselenggarakan pada 5 - 12 Agustus 2023.
Baca Juga
Ke depannya Gubernur diharapkan mempertimbangkan dampak kebijakan ke sektor pariwisata yang saat ini berkontribusi 53 persen terhadap perekonomian Bali. Pelaku pariwisata sebenarnya berharap Piala Dunia U-20 ini menjadi momen penting untuk rebranding pariwisata agar lebih berkualitas dan mendapatkan wisman yang lebih berkualitas ke depannya.
“Branding pariwisata susah lo, misalnya ketika Merapi meletus saja, kami susah payah menjelaskannya kepada calon wisman di luar negeri bahwa Bali itu jauh dan aman dari Merapi, apalagi dengan manuver kebijakan seperti ini, pasti lebih susah,” ujar Hery.