Bisnis.com, GIANYAR – Penyaluran kredit ritel di Bali hingga Oktober 2022 masih mengalami kontraksi 0,67 persen dengan nilai penyaluran Rp33,96 triliun (yoy). Lebih rendah dari penyaluran kredit retail pada periode yang sama di 2021 yang nilainya Rp34,19 triliun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bali Nusa Tenggara mencatat dari sejumlah kredit yang mulai tumbuh hingga Oktober 2022, hanya kredit ritel yang masih mengalami kontraksi atau tumbuh negatif. OJK menilai walaupun kontraksi, laju kredit retail masih meyakinkan karena hanya terkontraksi 0,67 persen dan optimis akan tumbuh pada 2023.
“Kredit ritel memang masih mengalami kontraksi pertumbuhan hingga Oktober 2022, penyalurannya masih lebih rendah dibanding periode yang sama di 2021. Kami yakin kredit ritel akan tumbuh pada 2023,” jelas Giri di Gianyar, Senin (5/12/2022).
Baca Juga
Selain kredit ritel, kredit korporasi dan UMKM tercatat tumbuh sepanjang 2022, kredit korporasi mencatatkan pertumbuhan dengan 11,58 triliun atau tumbuh 4,09 persen dibandingkan dengan penyaluran kredit korporasi di periode yang sama pada 2021. Pertumbuhan tersebut didorong oleh mulai bergeliatnya dunia usaha dan bisnis di Pulau Dewata setelah pandemi Covid-19.
Kredit UMKM juga tumbuh 9,91 triliun hingga Oktober 2022 dengan nilai penyaluran Rp51,14 triliun. Nilai penyaluran kredit ke UMKM terbesar di Bali dibandingkan dengan penyaluran ke korporasi dan ritel. “Kredit UMKM menjadi penopang utama penyaluran kredit di Bali, karena UMKM selama ini memang menjadi penyangga utama UMKM Bali,” kata Giri.
Jika dilihat dari penggunaan, penyaluran kredit di Bali masih didominasi oleh kredit modal kerja dengan nilai penyaluran Rp38,61 triliun, kemudian kredit konsumsi Rp34,3 triliun, dan kredit investasi Rp25,2 triliun.